Liputan6.com, Kudus - Meski wilayahnya terkecil di Jawa Tengah, namun penanganan sampah di Kabupaten Kudus hingga kini menyisakan persoalan yang sulit terpecahkan. Tak pelak, amburadulnya manajemen pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo dipersoalkan warga Desa Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kudus.
Keberadaan TPA satu-satunya yang dimiliki Kabupaten Kudus seluas 5 hektare ini, kini kondisinya nyaris tidak bisa menampung kiriman sampah. Bahkan tumpukan sampah yang menggunung setinggi 15 meteran, memicu pencemaran baik limbah cair dan bau busuk yang menyengat.
Tak kunjung mendapat penanganan serius dari Pemkab Kudus dalam hal ini Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kudus, memaksa ratusan warga Desa Tanjungrejo menutup TPA di desa setempat, Kamis (16/1/2025).
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Unjuk rasa kali ini dipimpin langsung Kepala Desa Tanjungrejo, Christian Rahardiyanto. Warga yang sudah geram melakukan penyegelan di dua pintu masuk kawasan TPA. Langkah tegas itu dilakukan, akibat kekecewaan masyarakat desa setempat atas janji-janji manis Pemkab Kudus yang tak kunjung menangani persoalan sampah di TPA setempat.
Dari pantauan Liputan6.com, unjuk rasa warga diawali dari balai desa Tanjungrejo menuju lokasi TPA yang berjarak 1 kilometer. Dilengkapi seperangkat sound system, warga berkonvoi menuju lokasi TPA dengan kawalan ketat aparat Polres Kudus.
Setiba di lokasi TPA, warga berorasi dan mendesak penyegelan TPA. Warga desa mengaku sudah tidak mau bernegosiasi lagi, akibat keluhan mereka sejak belasan tahun tidak mendapat respons positif dari Pemkab Kudus.
Bahkan selama bertahun-tahun, warga Desa Tanjungrejo harus merasakan langsung dampak limbah yang dihasilkan di TPA tersebut.
Kepala Desa Tanjungrejo Christian Rahadiyanto menegaskan, warga desa setempat sudah muak dengan kondisi limbah di TPA. Sebab mengakibatkan lingkungan tercemar dan kesehatan warga pun ikut terganggu.
Parahnya lagi, bau busuk yang timbul akibat tumpukan sampah di TPA makin mengganggu kenyamanan warga. Dampak pencemaran dari TPA tersebut sangat dirasakan warga yang tinggal di lingkungan RW 04, RW 03, RW 09, dan RW 10 di Desa Tanjungrejo.
“Beberapa tahun terakhir, kuantitas sampah juga semakin tak terkendali. Nyaris, hampir semua lahan di TPA seluas 5,6 hektare, tertutup oleh sampah termasuk di pintu masuk,” tukas Cristian.
Bahkan keberadaan air lindi atau limbah cairan dari TPA Tanjungrejo yang menumpuk, juga merusak tanaman pertanian di sekitar TPA. Kemudian juga mencemari aliran sungai di Desa Tanjungrejo.
"Kami menolak perluasan TPA. Sudah tidak ada waktunya negosiasi, kami menuntut untuk segera ditutup," tegas Christian.
Simak Video Pilihan Ini:
Kata Warga
Sekretaris Rukun Warga (RW) 09 Desa Tanjungrejo, Fahmi Arsyad mengaku, selama ini warga sudah meminta penyelesaian atas dampak yang ditimbulkan dari amburadulnya penanganan sampah di TPA.
"Dampaknya mulai dari polusi udara dengan bau tidak sedap, pencemaran sumber air dan pencemaran aliran Sungai Jati Pasean," terang Fahmi.
Menurut Fahmi, pencemaran akibat limbah TPA Tanjungrejo pun semakin parah terjadi selama lima tahun terakhir. Pencemaran bau tidak sedap semakin menyengat, mengakibatkan warga mengalami gangguan infeksi saluran pernapasan.
Persoalan amburadulnya penanganan sampah di TPA, imbuh Fahmi, telah sering kali disampaikan kepada pihak dinas terkait selama bertahun-tahun. Namun hingga kini belum juga ada solusinya.
Karena kesal, Fahmi bersama warga mendesak TPA ditutup hingga ada solusi dari Pemkab Kudus. Sehingga diharapkan tidak lagi merugikan warga Desa Tanjungrejo.
Menyikapi tuntutan warga yang menyegel paksa TPA, Kepala Dinas PKPLH Kudus, Abdul Halil langsung melakukan negosiasi kepada mereka. Namun upaya Halil ditolak mentah-mentah oleh warga. Ratusan warga pun bertindak tegas menutup dua pintu di lokasi TPA Tanjungrejo dengan cara dilas.
Menurut Halil, di lokasi TPA masih ada lahan yang bisa dimaksimalkan untuk penataan sampah. Tujuannya agar penataannya lebih baik, sehingga bisa menampung sampah secara optimal.
Dengan lahan yang masih tersisa, maka usia TPA masih bisa bertahan hingga dua tahun. Karena itu, Halil berharap desakan warga menutup TPA bisa dibicarakan terlebih dahulu.
“Untuk pengelolaan sampah tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah terutama Dinas PKLH Kudus saja, karena hasilnya tentu tidak maksimal. Melainkan harus ada dukungan masyarakat dan perusahaan,” tukas Halil.
Advertisement
Janji Dua Hari Penanganan Sampah
Di tempat terpisah, Bupati Kudus terpilih Samani Intakoris pun turun tangan menemui warga. Meski belum dilantik sebagai Bupati Kudus definitif, Samani menyempatkan berdialog dan memberikan jalan keluar kepada warga Tanjungrejo.
Di aula Balai Desa Tanjungrejo, Sam’ani didampingi sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah di Pemkab Kudus, berjanji menyelesaikan permasalahan di TPA tersebut.
Sam’ani mengaku telah menyusun rencana jangka pendek maupun jangka panjang dalam penanganan persoalan sampah di TPA Tanjungrejo. Dalam waktu dekat, Sam’ani berjanji mengatasi limbah cair sampah dari TPA. Selain itu, mengatasi persoalan polusi udara dan pencemaran sungai di kawasan TPA.
“Kami segera menangani hal ini dalam waktu dua hari. Kami meminta pengawalan dari teman-teman (warga Desa Tanjungrejo),” pinta Sam’ani dihadapan warga dan Pemdes Tanjungrejo.
Samani juga mendesak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kudus, untuk mendatangkan alat beratnya untuk membuat saluran di area TPA. Pembuatan saluran agar limbah cair dari sampah tidak mengalir ke lahan milik warga di sekitar TPA.
Namun solusi dan rencana penanganan sampah di TPA yang ditawarkan Samani tersebut, justru masih mengundang keraguan Kepala Desa Tanjungrejo, Christian Rahadiyanto.
“Saran dari Pak Bupati Terpilih dengan membuat galian itu butuh waktu lama, karena kedalaman sampai dasar sekitar 15 hinga 20 meter, tidak mungkin selesai dalam satu minggu saja,” tukas Cristian.
Mewakili warga desa yang dipimpinnya, Christian menegaskan bahwa TPA Tanjungrejo tetap ditutup hingga ada penanganan serius oleh Pemkab Kudus.
“Kalau dua hari pembuatan galian tidak selesai, (TPA) tetap kami tutup. Kalau tidak seperti ini, Pemkab tidak serius,” tukas Cristian.
(Arief Pramono)