Liputan6.com, Lampung - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II mengungkapkan hasil kajian terkait rendahnya harga singkong di Provinsi Lampung. Kajian ini menunjukkan bahwa pasar industri ubi kayu dan tepung tapioka di wilayah tersebut didominasi oleh struktur pasar oligopoli, di mana empat pelaku usaha terbesar menguasai lebih dari 75% pasar.
Kepala KPPU Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro menyatakan bahwa salah satu faktor utama penyebab rendahnya harga singkong di Lampung adalah tingginya volume impor tepung tapioka.
Baca Juga
Sepanjang 2024, tercatat sebanyak 267.062 ton tapioka diimpor ke Indonesia, dengan nilai mencapai USD 144 juta atau sekitar Rp2,2 triliun.
Advertisement
Dari jumlah tersebut, empat perusahaan produsen tepung tapioka di Lampung mengimpor sekitar 59.050 ton tepung tapioka senilai USD 32,2 juta atau setara Rp511,4 miliar.
Satu kelompok usaha bahkan mendominasi impor di Lampung, dengan total impor mencapai 47.202 ton (80% dari total impor di wilayah tersebut) senilai USD 25 juta atau setara Rp407,4 miliar. Impor ini dilakukan melalui Pelabuhan Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas.
“Peningkatan volume impor ini berkorelasi langsung dengan penurunan harga beli singkong di Lampung pada 2024,” ungkap Wahyu, Sabtu (18/1/2025).
Simak Video Pilihan Ini:
Harga Tepung Tapioka Impor Lebih Rendah
Produsen tepung tapioka di Lampung turut mengeluhkan dampak persaingan harga. Menurut mereka, harga jual tepung tapioka impor lebih rendah dibandingkan biaya produksi lokal, sehingga sulit bersaing di pasar.
Selain itu, KPPU mencatat rendahnya tingkat kepatuhan sejumlah pelaku usaha produsen tepung tapioka di Lampung dalam memenuhi permintaan data dan keterangan yang diajukan KPPU.
KPPU berkomitmen untuk mengintensifkan pengawasan dan menganalisis lebih lanjut persoalan ini.
“Kami akan menyusun rekomendasi kebijakan kepada pemerintah terkait impor tepung tapioka atau mengambil langkah penegakan hukum sesuai kewenangan kami,” jelas dia.
KPPU juga mendorong petani, masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melaporkan jika menemukan indikasi hambatan persaingan usaha yang merugikan di sektor ini.
"Kami terbuka untuk menerima laporan dan siap menindaklanjutinya demi menciptakan persaingan usaha yang sehat," pungkasnya.
Advertisement