Liputan6.com, Jakarta - Imbas pemblokiran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, benar-benar membikin rumit masyarakat setempat selama hampir sepekan lebih.
Bahkan hingga kini, baik Pemkab dan DPRD Kudus belum berhasil membujuk warga Desa Tanjungrejo untuk membuka akses keluar masuknya TPA satu-satunya yang ada di Kota Kretek ini.
Advertisement
Akibatnya, tumpukan sampah mewarnai di setiap sudut kota. Praktis kondisi ini menambah buruk perwajahan Kota Kudus, selama ini kerap meraih penghargaan Adipura dari Kemenetrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Advertisement
Baca Juga
Warga Desa Tanjungrejo sengaja menutup akses keluar masuknya truk pengangkut sampah, karena mereka kesal dengan penanganan sampah yang amburadul di TPA tersebut.
Puncak kekesalan warga desa setempat, gunungan sampah overload di TPA itu mengganggu warga. Sebab sampah tersebut memicu pencemaran dan mendatangkan penyakit bagi warga Desa Tanjungrejo.
Menyikapi kondisi itu, Komisi C DPRD Kabupaten Kudus pun turun tangan mencoba membujuk warga Desa Tanjungrejo untuk membuka kembali TPA Tanjungrejo yang telah ditutup.
Perwakilan Komisi C tersebut menggelar diskusi bersama warga dan tokoh masyarakat Desa Tanjungrejo, di balai desa setempat pada Rabu sore (22/1/2025).
Namun diskusi tersebut berjalan alot dan tidak menghasilkan kesepakatan. Warga tetap ngotot menutup TPA, karena belum ada jalan keluar sesuai yang diharapkan mereka.
“Komisi C hadir di sini, dengan harapan TPA bisa dibuka kembali. Namun kesepakatan dari warga belum tercapai. Jadi bisa dibuka kembali kalau semuanya clear,” ujar Superiyanto juru bicara Komisi C DPRD Kudus, Superiyanto usai audiensi.
Simak Video Pilihan Ini:
TPA Diblokir, Sampah Menumpuk di Kota
Superiyanto menyebut ada lima tuntutan utama yang diajukan warga Desa Tanjungrejo kepada Pemkab Kudus. Yakni tuntutan pengelolaan limbah lindi yang telah mencemari tanah warga. Selain itu, menangani pencemaran sungai akibat aliran lindi.
Tuntutan warga Desa Tanjungrejo lainnya, kata Super, Pemkab segera menangani bau menyengat yang timbul dari tumpukan sampah di TPA. Tuntutan selanjutnya, yakni implementasi sistem pengelolaan sampah modern untuk mengatasi permasalahan tersebut.
“Mau tidak mau, kita harus membuat sumur resapan skala besar di tepi sungai agar ada penyaringan, sehingga lindi tidak masuk ke lahan warga,” kata Superiyanto yang juga politisi Partai Nasdem ini.
Super mengakui bahwa penutupan TPA Tanjungrejo memicu berbagai persoalan di wilayah Kudus. Salah satunya menumpuknya sampah di tepi jalan-jalan utama di pusat Kota Kudus.
Untuk penanganan sementara, imbuh Super, beberapa desa di Kudus berinisiatif memanfaatkan lahan kosong sebagai Tempat Pembuangan Sementara (TPS) berskala kecil.
“Langkah ini dilakukan sebagai upaya mengelola sampah lokal, sambil menunggu solusi jangka panjang dari Pemkab Kudus,” terangnya.
Superiyanto berjanji bahwa pihak DPRD segera menindaklanjuti permasalahan ini melalui anggaran Pemkab Kudus. Namun, penyelesaian masalah sampah itu, membutuhkan tindakan cepat dan dukungan anggaran yang signifikan.
“Estimasi awal menunjukkan bahwa biaya untuk membangun sistem pengelolaan sampah modern mencapai Rp50 miliar, sedangkan anggaran yang tersedia saat ini baru sekitar Rp7,6 miliar,” ungkap Super.
Karena persoalannya semakin rumit, Superiyanto mendesak Penjabat (PJ) Bupati Kudus segera turun ke lapangan. Yakni melihat langsung kondisi TPA dan memberikan perhatian khusus terhadap tuntutan warga Desa Tanjungrejo.
“Kalau permasalahan ini tidak diselesaikan, dampaknya akan dirasakan seluruh warga Kudus,” tukas Super.
Superiyanto pun menawarkan solusi untuk mengurangi beban TPA induk di Desa Tanjungrejo. Untuk sementara, setiap kecamatan harus mulai mempersiapkan TPS di wilayahnya masing-masing.
“Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban TPA Tanjungrejo, dan mempercepat penanganan sampah di wilayah Kudus,” tegasnya.
Advertisement
Solusi Komisi C Ditolak Warga
Paparan dan solusi yang ditawarkan Komisi C tersebut, tampaknya tak membuat goyah pendirian warga Desa Tanjungrejo. Mereka tetap menolak membuka TPA sebelum semua tuntutan mereka dipenuhi.
Sekretaris RW 9 Desa Tanjungrejo, Fahmi Arsyad menegaskan, hingga saat ini belum ada perubahan signifikan terkait penanganan amburadulnya TPA Tanjungrejo.
“Meskipun sudah disemprot dengan eco enzim, namun bau menyengat yang ditimbulkan dari tumpukan sampah itu tidak hilang,” keluh Fahmi saat berdialog dengan Komisi C.
Fahmi menyebut bahwa limbah lindi yang berasal dari cairan sampah di TPA, hingga kini masih mencemar ke sungai dan tanah warga desa setempat.
"Intinya kami hanya menuntut tiga hal, yaitu air lindi tidak dialirkan ke sungai, bau menyengat dihilangkan dan sampah dari kendaraan pengangkut tidak berceceran di jalan," pinta Fahmi.
Fahmi memaparkan, TPA Tanjungrejo sudah menimbulkan permasalahan berdampak ekologi dan sosial ke warga setempat sejak tahun 2010 lalu.
"Kalau begini terus tidak ada solusi, kenapa Pemkab Kudus tidak bertindak sejak dulu? Pihak desa sudah berbenah dan ini harus ditata, supaya bisa sama-sama berjalan," tukas Fahmi.
Arief Pramono