Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Indonesia mengalami penurunan paling cepat di antara bursa saham global seiring investor kehilangan kepercayaan kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Secara year to date (Ytd), IHSG telah naik 16,01 persen menjadi 4.958,51 pada penutupan perdagangan saham Rabu 8 Oktober 2014. Penguatan indeks saham ini ditopang oleh sektor saham properti naik 28,7 persen. Lalu diikuti sektor saham keuangan menguat 24,07 persen dan sektor saham infrastuktur mendaki 23,3 persen.
Aksi jual investor asing pun menggerus total dana asing yang masuk ke pasar modal. Total dana asing yang masuk ke pasar modal Indonesia mencapai Rp 45,5 triliun sepanjang 2014.
Advertisement
Selain itu, sejak koalisasi merah putih memenangkan pimpinan DPR dan MPR, IHSG cenderung melemah. Sejumlah analis regional menilai, koalisi merah putih yang menguasai kursi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dapat menghambat jalannya pemerintahan baru Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK). Hal ini juga yang membuat investor global galau masuk ke pasar modal Indonesia.
Alan Richardson dari Samsung Asean Equity Fund memperkirakan, indeks saham akan turun ke level 4.800 pada Oktober. Koalisi merah putih (KMP) dinilai akan mengancam kemampuan presiden terpilih Jokowi yang akan dilantik pada 20 Oktober 2014.
Padahal pemerintahan baru akan melakukan sejumlah agenda seperti pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), meningkatkan target penerimaan pajak dan mengurangi birokrasi.
"Meningkatnya premi risiko politik di Indonesia mempengaruhi nilai valuasi saham. Saya memangkas rekomendasi saham di Indonesia dari netral menjadi underweight. Sektor saham properti dan perbankan akan mengalami penurunan terbesar," ujar Richardson seperti dikutip dari Bloomberg yang ditulis Kamis (9/10/2014).
Selain itu, kerugian yang dialami oleh investor asing juag ditambah dari nilai tukar rupiah melemah didorong dari situasi politik. Sentimen global lainnya yang mempengaruhi yaitu bank sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve mengakhiri program stimulusnya dan akan menaikkan suku bunga acuan.
Rupiah pun turun 3,7 persen sepanjang September 2014. Penurunan itu paling tajam di antara negara berkembang setelah won mata uang Korea Selatan.
Analis di Nomura Holding Inc, Mizo Das memperkirakan, bila tidak ada perbaikan politik dan dampak kebijakan The Fed akan membuat IHSG berada di rentang kisaran 4.600-4.800.
"Awalnya pasar dijalankan oleh optimisme investor asing terhadap Jokowi. Namun hasil UU Pilkada membuat optimisme memudar. Saya pikir itu akan sesuai bagi investor regional untuk memangkas saham Indonesia lebih lanjut hingga menunggu kejelasan," kata Das.
Ia menambahkan, bila Jokowi dapat bergerak untuk menggandeng partai kecil maka investor domestik dapat menemukan alasan masuk ke pasar.
Sementara itu, Manajer Investasi Aberdeen Asset Management Plc, Kenneth Akintewe menilai, memenangkan pemilihan umum bukan bagian sulit, akan tetapi Jokowi harus berjuang untuk melakukan reformasi di bidang tertentu.
"Kami belum mengubah pandangan jangka panjang kami di Indonesia, tapi ini tidak berarti bahwa kami akan menghubungkan dengan premi risiko lebih tinggi," kata Kenneth.
Analis Domestik Optimistis Terhadap Pemerintahan Baru Jokowi
Sedangkan Kepala Riset PT Universal Broker Securities Satrio Utomi menilai, pelaku pasar sebaiknya memperhatikan kinerja Jokowi dalam tiga bulan pemerintahannya. "Meski koalisi merah putih menguasai ketua DPR dan MPR tetapi tidak mudah untuk menghambat pelantikan Jokowi. Saat ini pemerintahan Jokowi juga belum berjalan. Jadi kita tunggu kinerja Jokowi selama tiga bulan," kata Satrio.
Adapun salah satu perhatian jangka pendek yang dicermati investor yaitu pengurangan subsidi BBM. "Memang kalau harga BBM subsidi dinaikkan akan berdampak negatif tapi jangka pendek," kata Satrio.
Satrio memperkirakan, IHSG akan berada di kisaran 5.000 pada akhir 2014. Hal itu didukung pemerintahan baru Jokowi-JK yang sudah mulai berjalan. Meski begitu, memang ada sentimen negatif dari global terutama kebijakan The Fed dan data ekonomi global.
"Pemerintahan baru direspons positif oleh pasar dengan adanya optimisme pemerintahan baru dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi Indonesia maka buat IHSG bertahan," kata Satrio.
Analis PT Woori Korindo Securities, Reza Priyambada menilai, investor asing cenderung wait and see terhadap kepastian politik di Indonesia. Bila memang ada keraguan oleh investor asing berkaitan dengan program Jokowi-Jusuf Kalla apakah bisa berjalan efektif. (Ahm/Ndw)