Tawarkan ORI 014, Anak Buah Sri Mulyani Buka Perdagangan Saham

Penerbitan ORI untuk menutup kebutuhan pembiayaan di 2017.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Sep 2017, 09:30 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2017, 09:30 WIB
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan membuka perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat pagi (29/9/2017). (Liputan6.com/Fiki Ariyanti)
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan membuka perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat pagi (29/9/2017). (Liputan6.com/Fiki Ariyanti)

Liputan6.com, Jakarta Di hari perdagangan 176 pada 2017, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan membuka perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Jumat pagi (29/9/2017). Pembukaan perdagangan saham ini sekaligus membuka masa penawaran atau launching Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 014.

Dari pantauan Liputan6.com, Jakarta, tepat pukul 09.00 WIB, IHSG dibuka pada level 5.854,07. Naik 13,03 poin atau 0,22 persen. Selain Dirjen PPR Kemenkeu, Robert Pakpahan, pembukaan perdagangan saham ikut dihadiri Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), Samsul Hidayat dan jajarannya, serta Deputi Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fakhri Hilmi.

Pembukaan perdagangan ini diikuti dengan pembukaan masa penawaran ORI 014. ORI tersebut dijual Kementerian Keuangan kepada para investor ritel untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan di tahun ini.

Samsul Hidayat mengatakan, ini adalah pertama kalinya peluncuran ORI diselenggarakan di Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pertama kalinya diperdagangkan di elektronik platform yang dikelola BEI.

"Diharapkan peluncuran ORI ini, transparansi perdagangan lebih ter-disclose ke masyarakat banyak," katanya memberi sambutan.

Sementara itu, Robert mengatakan, penerbitan ORI untuk menutup kebutuhan pembiayaan di 2017. Pemerintah memproyeksikan outlook defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar 2,67 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Target tersebut lebih rendah dari perkiraan 2,92 persen dari PDB, namun meningkat dibanding target di APBN Induk 2017 sebesar 2,41 persen.

"Dengan outlook defisit fiskal 2,67 persen dari PDB, maka penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Bruto tahun ini mencapai Rp 712 triliun atau bertambah Rp 33 triliun dari APBN Induk 2017," terangnya.

Realisasi hingga 26 September ini, kata Robert sudah mencapai 82,93 persen. "Kami optimistis dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan untuk APBN-P 2017," tukas Robert.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya