Pengguna Aktif Menyusut, Saham Twitter Merosot 20 Persen

Pengguna aktif berkurang menekan laju saham Twitter menjelang akhir pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Jul 2018, 13:15 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2018, 13:15 WIB
Twitter
Logo Twitter (about.twitter.com)

Liputan6.com, Jakarta - Saham Twitter merosot lebih dari dari 20 persen ke posisi USD 34,12 pada perdagangan saham Jumat waktu setempat. Saham Twitter tertekan usai perusahaan melaporkan penurunan pengguna aktif bulanan.

Pada awal perdagangan, saham Twitter turun 14 persen. Penurunan saham Twitter pada Jumat waktu setempat merupakan terburuk dalam satu hari sejak 2014 dan kedua terburuk sepanjang sejarah Twitter.

Penurunan saham Twitter ini terjadi usai saham Facebook anjlok pada perdagangan saham Kamis waktu setempat.

Perseroan melaporkan rilis kinerja kuartal II 2018 antara lain pengguna aktif bukanan mencapai 335 juta dari perkiraan 338,5 juta pengguna. Pendapatan mencapai USD 711 juta dari estimasi konsensus USD 696,2 juta. Demikian mengutip laman CNBC, Sabtu (28/7/2018).

Perseroan juga keluarkan prediksi kinerja keuangan yang lemah. Earning before interest, tax, depreatiation and amortization (Ebitda) disesuaikan menjadi USD 215 juta-USD 235 juta pada kuartal III 2018. Kemudian belanja modal diperkirakan USD 450 juta-USD 500 juta dari prediksi sebelumnya USD 375 juta-USD 450 juta.

Pada kuartal terakhir, Twitter melaporkan 336 juta pengguna aktif bulanan. Perseroan disalahkan lantaran tidak bergerak ke operator sms berbayar di pasar tertentu dengan pengguna memiliki akses lebih baik ke Twitter dan Twitter Lite sehingga membuat perubahan untuk meningkatkan performa Twitter.

Selain itu, serangkaian peraturan di Uni Eropa yang melindungi data konsumen juga pengaruhi Twitter. Twitter perkirakan kebijakan itu mempengaruhi tiga juta akun di Twitters. Sebelumnya Twitter hapus sekitar 70 juta akun pada Mei dan Juni.

 

Pengguna Protes karena Twitter Terlalu Ketat Batasi Usia

Aplikasi Twitter
Aplikasi Twitter. Ilustrasi: Dailydot.com

Sebelumnya, Twitter sudah mulai menerapkan pembatasan umur pengguna yang cukup ketat pada bulan lalu. Kini, pengguna layanan microblogging tersebut diwajibkan minimal berusia 13 tahun.

Banyak yang beranggapan, Twitter ternyata terlalu ketat dalam menerapkan aturan ini. Jadi, pengguna yang diketahui mendaftar sebelum 13 tahun, meski saat ini sudah memenuhi batas minimal, tetap dikunci akunnya oleh Twitter. Sontak saja, aturan tersebut langsung dikomplain banyak pengguna.

Dikutip dari The Verge, Kamis 26 Juli 2018, salah satu pengguna yang mengeluhkan aturan ini adalah Tom Maxwell.

Dia mengaku akun Twitter miliknya diblokir karena dianggap belum cukup umur, meski sudah membuatnya sejak beberapa tahun lalu.

"Selama beberapa tahun, saya tidak dapat memperbarui tahun lahir di Twitter. Jika, saya memilih 1996--tahun lahir--pilihan akan berubah abu-abu. Namun, apabila saya melakukannya sekarang, akun saya terkunci," tuturnya.

Kejadian ini tidak hanya terjadi pada Maxwell. Seorang pengguna lain, juga mengaku mengalami hal tersebut. Bahkan, dia diminta mengirimkan bukti bahwa sudah cukup umur untuk menggunakan Twitter.

"Saya mengirimkan surat keterangan penduduk, dan saya kini berharap yang terbaik," tutur pengguna yang mengaku diblokir.

Untuk menjamin kerahasiaan, Twitter memastikan dokumen itu akan dihapus setelah diulas terlebih dulu.

Gelombang pertama proses penguncian akun ini sudah dilakukan bulan lalu. Sejak awal, Twittermemang melarang pengguna di bawah 13 tahun, baik pengguna baru maupun lama yang mendaftar dengan usia di bawah aturan saat ini.

Merespons keluhan tersebut, Twitter pun berjanji akan memberikan solusi jangka panjang dan memulihkan akun tersebut.

Namun, hingga saat ini, belum seluruh akun yang terkunci itu dipulihkan, sehingga menuai protes para pengguna.

Sekadar informasi, penguncian akun ini dilakukan Twitter untuk memenuhi aturan dari Uni Eropa terkait data pengguna. Aturan mengatur soal cara perusahaan menyimpan data pengguna termasuk ketentuan umur minimal.

Saat ini, Twitter menolak berkomentar soal masalah yang masih terjadi pada sejumlah pengguna ini.

Akan tetapi, The Guardian menyebut hal itu terjadi karena perusahaan tidak memiliki piranti untuk memilah konten yang dibuat pengguna sebelum berusia 13 tahun dan sesudahnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya