Kinerja Bursa Saham Eropa Terburuk sejak 2018 Imbas Inflasi hingga Perang Rusia-Ukraina

Bursa saham Eropa alami koreksi pada hari terakhir perdagangan 2022 seiring tekanan inflasi dan perang Rusia-Ukraina.

oleh Agustina Melani diperbarui 31 Des 2022, 16:18 WIB
Diterbitkan 31 Des 2022, 16:18 WIB
Ilustrasi saham di Bursa Efek London (Foto: Unsplash/Jamie Street)
Ilustrasi saham di Bursa Efek London (Foto: Unsplash/Jamie Street)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Eropa menutup tahun terburuk sejak 2018 imbas sejumlah sentimen negatif. Hal itu karena perang Rusia-Ukraina, inflasi tinggi dan pengetatan kebijakan moneter memukul aset berisiko di dunia.

Indeks  acuan pan-European Stoxx merosot 1,3 persen pada hari terakhir perdagangan 2022. Namun, indeks acuan Eropa tersebut lebih rendah 17,76 persen sejak pergantian tahun. Ini merupakan kinerja terburuk sejak koreksi tahunan 13,24 persen pada 2018. Indeks saham unggulan Eropa melonjak 22,25 persen pada 2021.

Mengutip CNBC, Sabtu (31/12/2022), indeks CAC 40 Prancis melemah 1,5 persen dan DAX Jerman susut 1,1 persen. Masing-masing bursa tersebut membukukan koreksi tahuna masing-masing 9,5 persen dan 12,5 persen.

Sementara itu, indeks acuan FTSE Inggris yang buka setengah hari pada perdagangan Jumat pekan ini. Indeks FTSE 100 Inggris melemah 0,8 persen dan membukukan kenaikan tahunan 1,2 persen. Indeks FTSE 250 yang fokus pada domestik susut 19,5 persen pada 2022, dan alami kerugian terbesar sejak 2008.

Perekonomian di seluruh dunia memulai tahun ini dengan mencoba keluar dari pandemi COVID-19 seiring lockdown yang terus menerus di China. Ditambah hambatan pasokan lainnya yang disalahartikan oleh bank sentral Amerika Serikat pada 2021 sebagai tekanan inflasi "sementara”.

Invatasi tanpa provokasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 dan persenjataan selanjutnya atas ekspor makanan dan energi dalam hadapi sanksi besar-besaran oleh kekuatan barat membuat harga makanan dan energi meroket serta memperparah tekanan ini, membantu mendorong inflasi ke posisi tertinggi dalam beberapa dekade di banyak negara besar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Beban Ekonomi

Ilustrasi Bursa Efek London (Dok: Photo by David Vincent on Unsplash)
Ilustrasi Bursa Efek London (Dok: Photo by David Vincent on Unsplash)

Krisis biaya hidup yang timbul dari melonjaknya tagihan energi untuk bisnis dan konsumen akhirnya mulai membebani aktivitas, sementara the Federal Reserve (the Fed) dan bank sentral utama lainnya dipaksa untuk memperketat kebijakan moneter dengan kenaikan suku bunga agresif untuk mengendalikan inflasi.

Namun, upaya menekan permintaan ini sangat membebani ekonomi yang sudah goyah. Inggris diproyeksikan sudah berada dalam rekor resesi terpanjangnya. Sementara penurunan di zona euro juga dipandang sangat mungkin terjadi.

Dengan perang di Ukraina yang tidak menunjukkan tanda-tanda mereda dan China dalam proses membuka kembali ekonomi seiring mengakhiri tiga tahun tindakan COVID-19 yang ketat. Selain itu, investor melihat ke depan dengan gentar hingga 2023.

"Apa yang terjadi tahun ini didorong oleh the Fed. Pengetatan kuantatif, suku bunga lebih tinggi, mereka didorong oleh inflasi dan apa pun yang didorong oleh likuiditas dijual jika Anda adalah investor saham dan obligasi, pada 2022 dengan mendapatkan kurang dari satu persen pada imbal hasil obligasi AS 10 tahun yang tidak masuk akal,” ujar Chief Investment Officer Plurimi Wealth LLP, Patrick Armstrong.

Ia menambahkan, pada 2023, the Fed tidak akan menentukan pasar. “Saya pikir itu akan menjadi perusahaan, fundamental, perusahaan yang dapat meningkatkan laba, mempertahankan margin, dan mungkin bergerak lebih tinggi,” tutur dia.

 


Penutupan Wall Street pada 30 Desember 2022

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street tergelincir pada perdagangan Jumat, 30 Desember 2022. Wall street mengakhir perdagangan terakhir 2022 dengan catatan terburuk sejak 2008.

Pada penutupan perdagangan terakhi 2022, indeks acuan di wall street kompak tertekan. Indeks Dow Jones merosot 73,55 poin atau 0,22 persen ke posisi 33.147,25. Indeks S&P 500 turun 0,25 persen menjadi 3.839,50. Indeks Nasdaq terpangkas 0,11 persen menjadi 10.466,88.

Pada perdagangan Jumat, 30 Desember 2022 merupakan hari terakhir perdagangan dan memukuk saham. Rata-rata tiga indeks acuan di wall street alami tahun terburuk sejak 2008 dan mengakhiri penguatan beruntun dalam tiga tahun.

Pada 2022, indeks Dow Jones masih bernasib baik. Indeks Dow Jones turun sekitar 8,8 persen. Namun, indeks S&P 500 merosot 19,4 persen, dan turun lebih dari 20 persen di bawah rekor tertinggi. Indeks Nasdaq anjlok 33,1 persen.

Inflasi yang kaku dan kenaikan suku bunga yang agresif dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve memukul pertumbuhan dan saham teknologi. Bahkan membebani investor sepanjang tahun. Kekhawatiran geopolitik dan data ekonomi yang fluktuatif juga membuat pasar gelisah.

“Kami memiliki segalanya mulai dari masalah COVID-19 di China hingga invasi ke Ukraina. Mereka semua sangat serius. Tetapi bagi investor, itulah yang dilakukan Fed,” ujar Direktur UBS, Art Cashin seperti dikutip dari laman CNBC, Sabtu (31/12/2022).

Saat beralih tahun, sejumlah investor berpikir rasa sakitnya masih jauh dari selesai. Investor memprediksi bear market atau pasar yang melemah hingga resesi melanda dan the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS berputar. Beberapa juga memproyeksikan saham akan mencapai posisi terendah baru sebelum rebound atau memantul menguat pada semester II 2023.

“Saya ingin sekali membertahu Anda, ini akan menjadi seperti Wizard od Oz dan semuanya akan menjadi warna yang mulia dalam satu atau dua saat. Saya pikir kita mungkin mengalami kuartal pertama yang bergeglombang dan bergantung pada the Fed, itu mungkin bertahan sedikit lebih lama dari itu,” ujar Cashin.

Terlepas dari penurunan tahunan, indeks Dow Jones dan S&P 500 berhasil mematahkan koreksi dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Nasdaq yang didominasi saham Apple, Tesla dan Microsfot melalui kuartal IV dengan koreksi berturut-turut untuk pertama kalinya sejak 2001. Namun, rata-rata tiga indeks acuan melemah pada Desember 2022.

Di indeks S&P 500, sektor jasa komunikasi mencatat performa terburuk pada 2022. Sektor saham tersebut anjlok lebih dari 40 persen. Diikuti sektor konsumsi. Sektor saham energi mencatat penguatan terbesar dengan melonjak 59 persen.

 

 


Tren Koreksi di Wall Street

Plang Wall Street di dekat Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)
Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Tren pasar saham meski menurun pada 2022, saham penerbangan dan melonjak pada 2022. Hal ini seiring perjalanan komersial yang pulih dan ketegangan geopolitik yang meningkat. Pada perdagangan Jumat siang, sektor saham industri di indeks S&P 500 naik hampir 15 persen pada 2022 dan 24 persen pada kuartal IV 2022. Saham terbaik adalah Northrop Grumman. Saham melonjak lebih dari 40 persen pada 2022 dan sekitar 15,5 persen pada kuartal IV 2022.

Lockheed Martin dan Howmet Aerospace mengikuti dengan masing-masing naik 36 persen dan 23 persen pada 2022. Pada kuartal tersebut, saham Boeing bernasib baik dengan melonjak lebih dari 56 persen. Saham Howmet dan Lockheed masing-masing naik sekitar 27 persen dan 25 persen pada kuartal ini. Hanya empat saham yang alami kerugian pada 2022 termasuk Boeing. Saham Textron saham dengan kinerja terburuk turun 8,7 persen.

Sementara itu, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun berada di bawah 4 persen pada 2022. Hal itu melegakan pasar dibandingkan posisi Oktober 2022 saat meroket di atas 4,3 persen. Namun, perjalanan imbal hasil obligasi 10 tahun menyajikan gambaran investasi pada 2022. Setelah mulai tahun dengan imbal hasil sekitar 1,5 persen melonjak lebih tinggi karena the Federal Reserve berjuang untuk mengejar masalah inflasi di Amerika Serikat.

Saat ini, pasar obligasi mengakhiri tahun dengan sedikit optimisme tetapi masih menunjukkan tanda-tanda volatiltias yang melanda sepanjang 2022.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya