Saham Bank Lesu pada Awal 2025, Ini Penyebabnya

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto memberikan tanggapan mengenai saham emiten bank besar yang cenderung lesu pada awal 2025.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 14 Jan 2025, 16:28 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2025, 16:28 WIB
Saham Bank Lesu pada Awal 2025, Ini Penyebabnya
Saham-saham perbankan dalam tren turun pada awal 2025. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Saham-saham perbankan dalam tren turun pada awal 2025. Namun, analis optimistis saham bank dalam jangka panjang.

Saat berita ini ditulis, saham Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) turun 0,52 persen ke posisi 3.830.Bersamaan dengan itu, saham Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 0,78 persen ke posisi 9.600, turun 0,78 persen YTD. Saham BMRI turun 1,81 persen ke posisi 5.425.

Sementara itu, saham BBNI turun 2,38 persen ke posisi 4.110. Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto menilai gerak saham perbankan saat ini tersengat sentimen aksi jual oleh asing di tengah ketidakpastian global. Rully mencatat, kebanyakan asing masuk pasar modal Indonesia melalui saham perbankan. Maka saat terjadi penjualan asing, perbankan adalah yang banyak dilepas.

"Memang mayoritas asing itu cenderung lebih banyak memiliki saham yang berkapitalisasi besar. Kapitalisasi besar itu adalah perbankan. Jadi ketika masuk ke saham-saham perbankan, keluar pun akan keluar dari saham-saham perbankan," kata Rully kepada wartawan, Selasa (14/1/2025).

Adapun sentimen global yang mempengaruhi aksi jual menurut Rully adalah ketidakpastian akan kebijakan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Bersamaan dengan itu, The Federal Reserve (the Fed) yang diperkirakan tak terlalu agresif dalam penurunan suku bunga sehingga menyebabkan dolar naik.

"Itu yang memicu arus modal asing keluar. Dan ketika asing keluar itu memang yang dijual adalah saham-saham perbankan. Kita tahu sendiri yang terbesar itu BRI, Bank Mandiri, BCA, BNI," kata Rully.

Meskipun tekanan pasar terlihat melalui aksi jual bersih investor asing, fundamental saham big banks tetap menarik bagi investor domestik. 

Rekomendasi Saham

IHSG Ditutup Melemah ke 6.023,64
Pengendara mobil dan sepeda motor melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (10/10/2019). Sebanyak 205 saham melemah sehingga mendorong IHSG ke zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Rekomendasi strategi buy on weakness menjadi pilihan, dengan potensi pertumbuhan yang didukung oleh stabilitas likuiditas, efisiensi operasional, dan dukungan pemerintah terhadap sektor keuangan.

Dengan pengelolaan risiko yang baik dan optimisme investor, sektor perbankan diperkirakan akan tetap menjadi motor penggerak ekonomi nasional di 2025.

Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana menuturkan, saham-saham big banks seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI menghadapi beberapa tantangan di awal tahun 2025, tetapi prospek jangka panjangnya tetap menarik.

"BBCA, meskipun melemah sekitar 1-2% di awal pekan kedua Januari, tetap diminati oleh investor karena stabilitas kinerjanya dan rasio kredit bermasalah yang rendah, menjadikannya pilihan defensif yang kuat di tengah ketidakpastian pasar," ulas Hendra.

BBRI, dengan fokus besar pada sektor UMKM, menunjukkan pertumbuhan kredit yang solid, meskipun tekanan dari aksi net sell asing sebesar Rp 67 miliar terlihat hingga 5 Januari 2025. Prospeknya didukung oleh dukungan pemerintah terhadap UMKM dan digitalisasi layanan keuangan.

 

 

Investor Cenderung Hati-Hati

FOTO: PPKM, IHSG Ditutup Menguat
Pialang memeriksa kacamata saat tengah mengecek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

BMRI mengalami net sell sebesar Rp 121 miliar oleh investor asing, tetapi tetap menunjukkan fundamental yang sehat dengan pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang menguat. Kendati ada tekanan operasional, potensi pertumbuhan jangka panjangnya masih kuat.

Sementara itu, BBNI mencatat kenaikan laba bersih sebesar 4% YoY hingga November 2024, dengan pertumbuhan kredit dan DPK yang kuat meskipun Net Interest Margin (NIM) berada di bawah ekspektasi. Kinerja yang solid dalam menjaga credit cost dan mendorong pertumbuhan kredit memberikan prospek positif untuk 2025.

"Di tengah ketidakpastian makroekonomi, investor asing masih cenderung berhati-hati terhadap sektor perbankan Indonesia, yang terlihat dari aksi net sell yang agresif," ujar Hendra.

Namun, lanjut dia, fundamental seperti pertumbuhan kredit yang stabil, pengelolaan risiko kredit yang baik, dan efisiensi operasional menjadi faktor penting yang membuat saham-saham big banks tetap diminati, terutama oleh investor domestik.

Rekomendasi untuk saham big banks ini adalah buy on weakness: BMRI di 5600 dengan target 6100, BBRI di 4050 dengan target 4430, BBNI di 4260 dengan target 4720, dan BBCA di 9550 dengan target 10.125.

"Meskipun ada tekanan jangka pendek, fundamental yang kuat dan posisi dominan di pasar mendukung daya tarik saham-saham ini dalam jangka panjang," pungkas Hendra.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global
Infografis Efek Donald Trump Menang Pilpres AS ke Perekonomian Global. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya