Liputan6.com, Jakarta - CEO Goldman Sachs David Solomon menuturkan, kekeringan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO).
"Ini akan meningkat,” ujar Solomon, seperti dikutip dari CNBC, Jumat (17/1/2025).
Baca Juga
Ia menuturkan, pasar modal secara umum menunjukkan tanda-tanda kehidupan menjelang pelantikan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada 20 Januari 2025.
Advertisement
Pasar IPO teknologi sebagian besar tidak aktif sejak akhir 2021, ketika saham teknologi mulai tidak diminati lagi karena melonjaknya inflasi dan kenaikan suku bunga. Merger dan akuisisi sulit dilakukan dalam teknologi karena regulasi yang ketat untuk membatasi kemampuan perusahaan-perusahaan terbesar untuk tumbuh melalui kesepakatan.
Solomon menuturkan, suasana sedang berubah. Ia berharap momentum merger dan akuisisi serta IPO. “Kami memiliki optimisme yang lebih konstruktif, yang selalu membantu,” kata Solomon.
Ia menambahkan, lingkunggan bisnis juga lebih baik. Sebelumnya, Solomon menuturkan, pemilihan Donald Trump dan kembalinya berkuasa sudah berdampak pada dunia bisnis. Ia mencatat ada banyak banyak antrean dari sponsor dan minat yang meningkat secara keseluruhan untuk membuat kesepakatan yang didukung oleh latar belakang regulasi yang lebih baik.
Sementara itu, pasar saham meski menguat selama dua tahun yang ditunjukkan dari indeks S&P 500 dan Nasdaq mencapai rekor baru bulan lalu, IPO belum bangkit.
Vendor perangkat lunak cloud ServiceTitan memulai debut di Nasdaq pada Desember, menandai IPO pertama yang didukung oleh modal ventura di Amerika Serikat sejak Rubrik pada April/
"Valuasinya turun setelah 2021, orang-orang kembali ke valuasi itu,” ujar Solomon.
Alasan Perusahaan Tak Go Public
Beberapa perusahaan mengatakan mereka siap. Pembuat chip Cerebras mengajukan untuk go public pada September, tetapi prosesnya diperlambat karena peninjauan oleh Komite Investasi Asing di AS, atau CFIUS, Departemen Keuangan. Pada November, pemberi pinjaman daring Klarna mengatakan telah mengajukan dokumen IPO secara rahasia kepada SEC.
Meskipun dia optimistis tentang apa yang akan terjadi, Solomon mengatakan ada alasan struktural untuk tidak go public. Dia mengatakan 25 tahun yang lalu ada sekitar 13.000 perusahaan publik di AS, dan saat ini jumlahnya telah turun menjadi 3.800. Ada standar yang lebih tinggi seputar pengungkapan untuk menjadi publik, dan sekarang ada banyak modal swasta yang tersedia "dalam skala besar."
"Tidak menyenangkan menjadi perusahaan publik," Solomon mengakui. "Siapa yang ingin menjadi perusahaan publik?"
Advertisement
Tujuh Pengusaha Jadi Miliarder Berkat Ledakan IPO India pada 2024
Sebelumnya, 2024 menjadi momen luar biasa bagi penawaran umum perdana (IPO) di India yang berhasil mengangkat tujuh pengusaha menjadi miliarder. Diantaranya adalah pelopor di sektor energi terbarukan, yang kini tengah berkembang pesat di India.
Dilansir dari Indiatimes pada Senin (6/01/2025), salah satu yang menonjol adalah pendiri Premier Energies, Chiranjeev Singh Saluja. Perusahaan ini awalnya bernama Premier Solar, didirikan pada 1995 oleh ayah Saluja untuk membantu desa-desa terpencil yang minim akses listrik.
"Ayah saya berbisnis memasok pompa tangan ke desa-desa terpencil," kata Saluja.
"Ia melihat bahwa akses listrik sangat terbatas di daerah-daerah tersebut akhirnya dia mendirikan Premier Solar."
Kini, Premier Energies menjadi produsen modul dan sel surya terbesar kedua di India setelah Adani Group. Saham Premier melonjak hampir tiga kali lipat sejak IPO pada September 2024, sehingga valuasi perusahaan mencapai USD 7 miliar.
Saluja bukan satu-satunya. Tiga pengusaha lain di sektor energi terbarukan juga menikmati lonjakan kekayaan:
1. Hitech C Doshi dari Waaree Group (produsen modul surya),
2. Bhavish Aggarwal dari Ola Electric Mobility Ltd (produsen kendaraan listrik),
3. Manoj K Upadhyaya dari Acme Solar Holdings Ltd (produsen pembangkit energi surya).
Peluang besar di sektor ini terlihat dari rencana India menambah kapasitas 100 GW energi surya dalam empat tahun ke depan. Namun, Saluja mengingatkan tantangan yang ada.
"Pasti akan ada konsolidasi di sektor ini, jadi hanya mereka yang meningkatkan skala akan bertahan," ujarnya.
Rekor IPO dan Tantangan
Pada 2024, IPO di India mencetak rekor dengan total penggalangan dana 1,66 triliun rupee atau kurang lebih USD 19,82 miliar. Jika dirupiahkan, maka angka tersebut mencapai Rp 321 triliun, bukan angka yang kecil.
Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan periode IPO tahun sebelumnya yang hanya mencapai 650 miliar rupee. Sedangkan untuk tahun ini atau 2025, diperkirakan akan ada 85 perusahaan yang melantai di bursa India dengan target dana 1,53 triliun rupee atau kurang lebih USD 18 miliar.
Namun, tantangan seperti perlambatan ekonomi, laba perusahaan yang lemah, nilai rupee yang tidak stabil, dan kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump bisa memengaruhi tren IPO.
Kunal Rambhia, seorang manajer dana di Mumbai, memperingatkan kemungkinan koreksi pasar.
"Tren IPO akan terus berlanjut pada paruh pertama 2025, tetapi dapat melambat pada paruh kedua karena potensi krisis likuiditas," katanya.
Meskipun begitu, Himanshu Kohli, salah satu pendiri Client Associates, tetap optimis. "Pasar IPO India tidak lagi bergantung pada investor asing karena investor domestik memiliki cukup uang," ujarnya.
Perusahaan besar yang diprediksi akan melakukan IPO tahun ini antara lain:
Zepto (perusahaan grosir online),
Flipkart (raksasa e-commerce yang didukung Walmart),
PayU (perusahaan pembayaran milik Prosus NV),Pine Labs (pesaing PayU).
Advertisement
Tak Ingin Ketinggalan
Reliance Industries Ltd milik Mukesh Ambani juga diperkirakan akan memisahkan bisnis ritel dan telekomunikasinya sebagai perusahaan publik.
Menurut CEO Stock Knocks, Vishnu Agarwal, banyak pengusaha kecil di India yang tidak ingin ketinggalan tren ini. "Lebih baik memiliki 75% dari perusahaan senilai USD 100 juta yang terdaftar di bursa daripada memiliki 100% dari perusahaan senilai USD 10 juta," katanya.
Dengan antusiasme para pendiri untuk bertumbuh, tahun 2025 diprediksi menjadi tahun yang sibuk bagi pasar IPO India. "Akan ada tsunami transaksi di tahun mendatang karena para pendiri haus akan pertumbuhan," ungkap Agarwal.