Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi dan Perbankan Doddy Ariefianto menyebut, langkah cepat yang diambil oleh pemerintah dalam merespons kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu faktor yang memengaruhi sentimen positif di IHSG beberapa hari terakhir.
“Terdapat sentimen positif di bursa saham Indonesia (IHSG) dalam beberapa hari terakhir ini. Faktornya adalah, melunaknya Trump’s tarrifs policy. Di samping itu, gercepnya Presiden (Prabowo) terhadap Trump Policy (yang mengambil langkah non-konfrontatif) serta fokus kepada ekonomi,” ungkap Doddy dikutip Rabu (16/4/2025).
Baca Juga
“Pasca lebaran kemarin salah satu agenda awal Presiden adalah sarasehan dengan para ekonom-pengamat pasar. Hal ini menunjukkan bagaimana Presiden sangat fokus dan tanggap terhadap kondisi pasar,” lanjutnya.
Advertisement
Dalam tiga hari perdagangan terakhir, Bursa Efek Indonesia mencatatkan penguatan beruntun yang membangkitkan optimisme di tengah tantangan global.
Pada Kamis, 10 April 2025, IHSG mencatat lonjakan impresif sebesar 4,79%, dipicu oleh sentimen positif dari penundaan kebijakan tarif impor oleh Trump.
Keesokan harinya, Jumat, 11 April, IHSG masih mencatat kenaikan meskipun terbatas di angka 0,13%, menunjukkan stabilitas dan ketahanan pasar menghadapi dinamika geopolitik.
Dan pada Senin, 14 April, IHSG kembali menguat 1,70%, mengukuhkan tren positif sekaligus memperkuat harapan bahwa ekonomi Indonesia sedang memasuki fase pemulihan dan ekspansi yang kokoh.
Kebijakan-kebijakan strategis Prabowo, mulai dari dorongan terhadap industrialisasi berbasis hilirisasi hingga penguatan diplomasi ekonomi dengan negara-negara sahabat—dinilai memberikan sinyal yang kuat bahwa ekonomi Indonesia akan terus ekspansif di tengah ketidakpastian global.
Kondisi Ekonomi
Meski demikian, kondisi ekonomi saat ini diakui oleh Doddy memang penuh dengan ketidakpastian (uncertainty), di mana kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh sikap Trump yang tidak terduga (unpredictable) serta China yang berani untuk ‘bermain keras’.
“Uncertainty masih sangat tinggi. Trump itu unpredictable; begitu juga China ternyata berani main keras. Kita harus waspada. Koordinasi terutama dengan BI dan OJK harus intensif. Komunikasi harus intense setiap ada perkembangan,” jelas dia.
“Bagus juga kalau bisa menggalang kekuatan (sebagai poros ketiga di luar AS dan China). Komunikasi dengan pasar (updating reguler) harus di-maintain. Kalau nanti ada gejolak lagi (sangat mungkin); bagus sekali jika Presiden, Gubernur BI dan Kepala OJK duduk konpers," tutup dia.
Advertisement
Performa IHSG Lebih Baik Dibanding Jerman hingga Italia, Ini Buktinya
Sebelumnya, Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia lebih baik dari sejumlah negara, yang menunjukkan pelaku pasar merespons positif ketahanan ekonomi Indonesia.
“Saya akui memang jauh lebih baik, sebab market merespons positif resiliensi perekonomian Indonesia,” kata Nafan dikutip dari Antara, Rabu (9/4/2025).
Pasar global anjlok akibat tarif Amerika Serikat (AS) dan retaliasi China, mendorong alih investasi ke aset lindung nilai atau safe haven assets. Namun demikian, performa pasar Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara lainnya dan Amerika Serikat.
Hal ini tercermin dari data yang dipaparkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4).
Dalam paparan itu, Menkeu Sri Mulyani mencatat IHSG melemah 7,8 persen per 8 April 2025 terhadap 2 April, yaitu hari pengumuman tarif Presiden Trump di “Liberation Day". IHSG sendiri pada full day 8 April ditutup turun 7,9 persen ke 5.996,14.
Lebih Baik dari Italia
Performa pasar Indonesia ini lebih baik dari pelemahan pasar di Italia yang sebesar 14,2 persen, Argentina 14 persen, Vietnam 13,8 persen, Prancis 11,9 persen, Singapura 11,8 persen, Jerman 11,6 persen, dan bahkan indeks market AS sendiri yang merosot 10,7 persen.
Indonesia juga lebih baik dari Inggris yang merosot 10,5 persen, Kanada melemah 9,7 persen, Thailand turun 9,1 persen, dan Jepang yang merosot 8,2 persen.
Lebih lanjut, Nafan mengatakan paparan ekspor Indonesia ke AS hanya 2 persen dari PDB, terendah di Asia Tenggara (dibanding Thailand 11 persen dan Malaysia 10 persen).
Adapun meski produk Indonesia dikenakan tarif resiprokal AS sebesar 32 persen, tarif ini masih lebih rendah dibanding negara pesaing seperti Bangladesh, Kamboja, China, Sri Lanka, dan Vietnam yang dikenai bea masuk 37-49 persen.
Advertisement
