Soal PPN Mukena Mewah Syahrini

Kata Direktorat Jenderal Pajak soal mukena mewah Syahrini.

oleh Zulfa Ayu Sundari diperbarui 01 Jun 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2019, 08:00 WIB
Selain Mukena Syahrini, Harga Produk 3 Seleb Ini Juga Fantastis
Selain Mukena Syahrini, Harga Produk 3 Seleb Ini Juga Fantastis (sumber: Instagram.com/faimahsyahrini)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang lebaran, mukena yang dijual Syahrini laris manis di pasaran. Meski dibanderol dengan harga cukup tinggi, Rp 3.5 juta, namun mukena tersebut mampu terjual hingga 5.000 stel.

Beberapa waktu lalu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak) Kemenkeu menghitung nominal pajak yang harus dikeluarkan Syahrini dari hasil penjualannya itu.

Lewat akun media sosial Twitter @DitjenPajak RI, DJP merilis hasil hitungan pajaknya. Penjualan mukena 5.000 buah@ Rp 3,5 juta. Rp 3.500.000x5.000= Rp 17,5 miliar. PPN=Rp 1,75 miliar.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama menuturkan, unggahan penghitungan PPN untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. "itu memberikan edukasi saja kepada masyarakat," ujar Hestu saat dihubungi kanal Bisnis Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Syahrini diketahui mempromosikan busana muslim melalui brand Fatimah Syahrini Scarf. Istri Reino Barack ini melempar sejumlah model busana yang bisa digunakan masyarakat untuk Lebaran.

Produk yang ditawarkan Syahrini meliputi busana muslim, scarf dan asesoris ibadah. Yang menarik, mukena dirancang Syahrini secara khusus, yaitu terdapat pin bertuliskan inisial namanya, SYR.

Betapa tidak karena dibalut emas sebesar 24 karat. Melalui Instagram Stories, Syahrini membenarkan keaslian emas tersebut. "Pin SYR di mukena Incesss berlapiskan emas 24 karat," tulis Syahrini.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Angkat Bicara

Selain Mukena Syahrini, Harga Produk 3 Seleb Ini Juga Fantastis
Selain Mukena Syahrini, Harga Produk 3 Seleb Ini Juga Fantastis (sumber: Instagram.com/Nagitaslavinamukena)

Masih dikutip dari kanal bisnis di Liputan6.com dijelaskan ada kewajiban menjadi pengusaha kena pajak (PKP) bagi pengusaha yang peredaran brutonya sudah melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun memberikan penjelasan mengenai penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk penjualan mukena tersebut.

Lewat laman pajak.go.id, DJP menyebutkan, pada dasarnya mukena tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikena PPN. Artinya mukena merupakan barang kena pajak, sehingga atas penyerahan atau penjualannya di dalam daerah pabean Indonesia terutang PPN sebesar 10 persen.

PPN akan terutang dalam hal yang melakukan penyerahan atau penjualan mukena itu adalah pengusaha kena pajak (PKP) atau pengusaha yang seharusnya sudah dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha wajib mengukuhkan diri sebagai PKP apabila dalam suatu tahun buku peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya telah melebihi Rp 4.800.000.000.

Dalam hal pengusaha tersebut tidak mengukuhkan diri sebagai PKP, Ditjen Pajak dapat melakukan pengukuhan PKP secara jabatan dan kewajiban perpajakan (PPN) tetap terutang (dapat ditagih) sejak peredaran brutonya melebihi Rp 4.800.000.000.

Dengan demikian, PKP yang melakukan penjualan mukena terutang PPN sebesar 10 persen dari harga jual dan wajib membuat faktur pajak atas penjualan mukena tersebut. PPN adalah pajak tidak langsung, sehingga beban PPN sebesar 10 persen dari harga jual mukena tersebut ditanggung oleh konsumen dan pembeli.

Lalu berapa jumlah PPN yang harus disetor kepada kas negara oleh PKP?

Indonesia mengenal mekanisme pajak keluaran dan pajak masukan dalam sistem pemungutan PPN. PPN yang dipungut oleh PKP atas hasil penjualan mukena disebut sebagai pajak keluaran.

Pada waktu PKP penjual mukena melakukan pembelian mukena dari PKP lain (misalnya pabrikan) dan dikenakan PPN, maka PPN itu disebut sebagai pajak masukan.

Jumlah yang disetor ke kas negara oleh PKP pada setiap bulannya adalah selisih antara pajak keluara dan pajak masukan (dalam hal pajak keluaran lebih besar dari pada pajak  masukan).

Jika pajak keluaran lebih kecil dari pada pajak masukan, maka selisihnya dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi (pengembalian). Syarat dan ketentuan berlaku.

 

Teknisnya

Penjelasan teknisnya yaitu perhitungan PPN ini dituangkan dalam SPT masa PPN yang wajib dilaporkan paling lambat akhir bulan berikutnya juga.

Contoh:

Anton sebagai PKP menjual 5.000 mukena pada Mei 2019. Harga jual satu lembar mukena sebesar Rp 3.500.000. Anton ketika menjual mukena itu wajib memungut PPN. Jika terjual ludes, total PPN yang dipungut Anton adalah sebesar Rp 1,75 miliar (5.000xRp 3.500.000x10 persen).

Anton membeli 5.000 mukenanya dari PKP yang lain (pabrikan) sebesar Rp 2.000.000 per lembar mukena. Pada saat membeli itu, Anton dipungut PPN sebesar 5.000XRp 2.000.000x10 persen=Rp 1 miliar oleh PKP pabrikan.

Jadi, jumlah PPN yang disetor ke kas negara paling lambat akhir bulan berikutnya (sebelum melaporkan SPT Masa PPN) adalah sebesar Rp 750 juta (pajak keluaran sebesar Rp 1,75 miliar dikurangi pajak masukan sebesar Rp 1 miliar).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya