Liputan6.com, Jakarta - It Chapter 2 sebagaimana penduhulunya, It (2017), tak pernah bisa ringkas dalam bertutur. Film ini berdurasi nyaris 3 jam, mirip It, yakni 2 jam 15 menit. Dibutuhkan tenaga ekstra buat menyelami teror, motivasi antarkarakter, hingga makna yang hendak ditransfer It Chapter 2.
Bukan berarti It Chapter 2 bertele-tele dan melelahkan. Mati-matian menghindari bosan, mati-matian pula menceritakan dengan detail kehidupan setiap karakter, It Chapter 2 mampu menebar teror dan menabur haru di pengujung kisah.
Baca Juga
Advertisement
It mengisahkan teror mengerikan pada 1989 yang dialami sekumpulan bocah, yakni Bill (Jaeden Martell), Richie (Finn Wolfhard), Beverly (Sophia Lillis), Ben (Jeremy Tay Laylor), Mike (Chosen Jacobs), Eddie (Jack Dylan Grazer), dan Stanley (Wyatt Oleff).
It Chapter 2 berselang dua puluh tujuh tahun berlalu sejak kejadian di It, anak-anak itu telah meninggalkan kota Derry dan berkarier. Kecuali Mike (Isaiah) yang masih menetap di Derry. Sebagian teman-teman Mike bahkan telah berumah tangga. Derry kembali diguncang teror. Sejumlah warganya menghilang misterius.
Mike yang curiga menghubungi satu per satu kawan lama: Beverly (Jessica), Bill (James), Ben (Jay), Richie (Bill), Eddie (Ransone), dan Stanley (Andy). Stanley tak bisa datang. Reuni pertama di rumah makan diwarnai kepanikan akibat halusinasi kiriman Pennywise (Bill).
Lewat momen itu, Pennywise mengirim pesan Stanley tak kan datang. Beverly menghubungi Stanley. Dari ujung telepon, istri Stanley mengabari suaminya bunuh diri di kamar mandi. Beverly syok berat. Pennywise memulai teror bahkan sejak ia dan teman-temannya belum tiba di Derry.Â
Kilas Balik
It Chapter 2 menarik berkat keluwesan Andy mengeksekusi genre horor dengan alur maju mundur. Para jagoan kita telah dewasa. Bukan berarti It Chapter 2 kehilangan momen serunya masa kecil.
Kilas balik dihadirkan untuk mengingatkan penonton sejumlah komponen, dari dialog hingga properti, yang kemudian menjadi penting di ujung kisah. Unsur nostalgia ini yang bikin durasi It Chapter 2 tak bisa ringkas. Andy menciptakan mesin waktu berbasis hal yang paling ditakuti setiap karakter. Bagi kami, ini daya tarik sekaligus titik lemah.
Daya tarik, karena Anda bisa kangen-kangenan dengan pemain cilik berikut kepolosan mereka. Kelucuan di beberapa alur kisah baik efektif mencairkan suasana. Setidaknya, kilas balik memungkinkan Anda menarik napas sejenak sambil mengingat detail para tokoh.
Masalahnya, tiap tokoh punya jenis ketakutan berbeda. Dari takut rahasia terbongkar hingga kelamnya masa lalu keluarga. Ragam ketakutan dari receh hingga akut membuat alur It Chapter 2 bergulir ugal-ugalan. Kadang terasa biasa saja, kadang menggigit.
Advertisement
Rasa Takut
Ini yang membuat naskah It Chapter 2 sepintas kurang solid. Apalagi, Andy punya tafsir maupun intepretasi berbeda untuk setiap masa lalu tokoh. Kilas balik tak bisa ditawar, apalagi diakali.
Mengingat, It dan It Chapter 2 bukan horor bertema generik. Stephen King hendak bicara ketakutan yang menghantui. Ketakutan yang mewujud dan dalam hal ini, rasa takut divisualkan sebagai badut. Badut memanfaatkan hal yang Anda takutkan sebagai senjata mematikan.
Untuk melibas rasa takut, It Chapter 2 memperlihatkan ritual. Berhasil atau tidak, silakan tonton sendiri. Yang pasti, It Chapter 2 sama seperti pendahulunya, memaknai hantu dan teror secara personal. Itu sebabnya, akhir film ini memperlihatkan proses masing-masing tokoh memulihkan diri.
Akhir film digarap sedetail konflik. Ini yang patut diapresiasi dari seorang Andy. Tak seperti horor pada umumnya yang membuat adegan akhir mengambang, berlagak misterius, atau terjebak klise happy ending, It Chapter 2 menangani tiap tokoh dengan teliti.
Belajar Beranjak
Semua bermula dari pemahaman Andy bahwa setiap manusia unik. Ada yang takut badut, ada yang parno melihat ular, atau seperti saya, histeris melihat kecoa terbang. Sentuhan personal terhadap tiap tokoh membuat It Chapter 2 tampak paripurna dalam mengawali kisah, melanjutkan konflik, dan mencarikan solusi.
Tak heran jika beberapa penonton menangis atau setidaknya berkaca-kaca di ujung cerita. It Chapter 2 bukan film yang mengalirkan cerita dengan mulus. Penokohanlah yang menyelamatkan film ini dari caci maki.Â
Dari It Chapter 2 dan badut Pennywise jahanam itu, kita belajar tentang beranjak alias move on. Pertama, lawan rasa takut. Jangan biarkan ia menjajah hati dan pikiran karena akan memengaruhi pola pikir. Kedua, mengubur kenangan atau masa lalu. Yang tak kalah penting, menatap ke depan.
Berharap sekali setelah Pengabdi Setan yang memborong 7 Piala Citra, Indonesia bisa memproduksi horor bermakna sedalam It Chapter 2. Sudah saatnya, kita menolak terjebak horor generik yang isinya orang iseng, kaget, lalu mati konyol. (Wayan Diananto)
Advertisement