Liputan6.com, Jakarta Birds of Prey: And the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn sempalan dari semesta DC Comic, menyusul kesuksesan Joker yang memborong 11 nominasi Oscar plus 1 miliar dolar AS. Bersama Joker, Birds of Prey tak mau dikelompokkan ke dalam DC Extended Universe.
Musuh-musuh para jagoan hendak menciptakan dunia untuk dijajah sendiri. Itu sebabnya, Joker tak menghadirkan sosok Batman melainkan, Bruce Wayne. Tak mungkin ada matahari kembar dalam film biografi penjahat.
Advertisement
Baca Juga
Karena di sini, penjahat adalah pemeran utama. Birds of Prey bahkan tak menghadirkan Joker. Harley Quinn sang pemeran utama menyebutnya Tuan J. Lantas, apakah Birds of Prey semenakjubkan Joker? Sayangnya, tidak.
Harley dan Joker Putus!
Harley Quinn alias Harleen Quinzel (Margot) si anak malang. Oleh ayahnya, ia ditukar dengan sekotak bir. Harley lalu dibesarkan para suster. Tinggal bersama para pengabdi Tuhan tak membuat jiwa nakalnya menyusut. Meski demikian, otak cerdas mengantar Harley Quinn meraih gelar PhD, bekerja di rumah sakit jiwa, mengurus Joker, dan jatuh cinta. Suatu hari, Harley mengatur rencana kabur bareng Joker. Apes. Hubungan mereka kandas.
Harley yang patah hati nekat mengemudikan mobil bahan bakar dan membenturkannya ke pabrik kimia. Ya, pabrik tempat kali pertama ia dan Joker memadu kasih. Insiden ini didengar warga Gotham. Warga Gotham memburunya. Di kota itu, ada Roman Sionis (Ewan) yang ingin menjadi mafia nomor satu se-Gotham.
Roman mengutus ajudan Victor Zsasz (Chris) dan supirnya, Dinah (Jurnee) untuk mengambil berlian di sebuah gerai. Sayang, dalam perjalanan pulang, berlian itu dicopet Cassandra Cain (Ella). Dan belakangan, ada beberapa penjahat yang dibantai seorang pemanah bernama Helena Bertinelli (Mary).
Advertisement
Mengikuti Pola Pikir Orang Stres
Birds of Prey: And the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn dituturkan berdasarkan pola pikir karakter utama. Dengan catatan, karakter utamanya stres. Anda yang waras, harus memahami pola pikir dan tuturan orang stres yang patah hati. Plot Birds of Prey terbilang acakadul.
Sebentar membahas ini, belum tuntas membahas, tiba-tiba tokoh utama teringat si anu lalu menggunjingkannya. Sabar. Memang seurakan itu Birds of Prey. Kami sendiri selama menonton gemas sendiri.
Tapi lumrahkah gemas dengan orang stres yang patah hati? Di bagian gaya tutur, kami masih maklum. Namanya juga orang stres, mau ngomong kayak apa mah, bebas. Kita yang waras, ngalah.
Problemnya Adalah...
Problem Birds of Prey: And the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn lainnya, terletak pada pembentukan karakter. Harley sebagai pemeran utama mendapat porsi lebih. Itu wajar.
Roman Sionis sebagai villain mendapat porsi lebih, wajar. Sejumlah karakter pendukung yang nantinya membentuk geng emansipasi mendapat porsi sejumput, dijahit dengan pertemuan para tokoh di titik-titik tertentu. Wajar juga.
Disadari atau tidak mereka korban keadaan. Ada yang tak dianggap oleh sistem yang didominasi para pria. Ada yang sebatang kara dan diselamatkan oleh penjahat kemudian menjadi setipe dengan mereka. Ada yang yatim piatu lalu menyambung hidup dengan menjadi penjahat. Sampai di sini tak ada yang salah.
Advertisement
Yang Salah...
Yang salah, proses pertemuan dan sinergi mereka kelamaan. Penyatuan para cewek korban sistem ini ditempatkan persis di ujung, digambarkan instan, dan ujug-ujug kompak.
Padahal, mencermati perkembangan tokoh di awal film, mereka saling tikung dan mencari keuntungan sendiri. Film ini kentara sekali membenturkan gender.
Seolah tak ada laki-laki yang baik di film ini, seperti Charlie’s Angels versi Elizabeth Banks. Sebaik apa pun pria di film ini, atas nama pola pikir realistis akhirnya menyakiti perempuan.
Birds of Prey terasa lama di pertengahan dan ngebut di menit-menit akhir. Walhasil, tidak mudah untuk dinikmati.
Kekuatan Margot-McGregor
Beruntung, Margot Robbie tampil total. Seketika kami lupa bahwa ia adalah Tonya dan Kayla Pospisil, news anchor anyar yang jadi korban pelecehan seksual di Bombshell. Margot tampil urakan, sumbu pikirnya pendek, hidup untuk hari ini, dan esok dipikirkan besok.
Sepintas tak punya kekuatan istimewa, berkali-kali diselamatkan keadaan, namun tenaganya tampak ekstra di masa-masa genting. Yang juga berperan apik, Ewan McGregor. Orang kaya sakit, yang senang mengupas kulit wajah orang lain.
Beberapa adegan memperlihatkan kelabilan Roman. Suasana hatinya berubah dadakan. Roman menebalkan citra betapa Gotham City berisi orang-orang sakit. Khususnya, sakit jiwa.Â
Advertisement
Tak Sebagus Joker
Birds of Prey tak sebagus Joker dan fakta ini sejujurnya membuat kami kecewa. Film ini mencoba membangun identitas dan citra sendiri. Tak mau dikemas ala Man of Steel apalagi mengekor triologi The Dark Knight.
Film ini punya pola, tone, dan warna yang khas. Belum kokoh, memusingkan, tapi percayalah, penggemar DC garis keras jelas tidak kan melewatkannya.
Â
Â
Pemain: Margot Robbie, Rosie Perez, Mary Elizabeth Winstead, Jurnee Smollett-Bell, Ella Jay Basco, Ewan McGregor, Chris Messina
Produser: Margot Robbie, Bryan Unkeless, Sue Kroll
Sutradara: Cathy Yan
Penulis: Christina Hodson
Produksi: Warner Bros., DC
Durasi: 1 jam, 49 menit