Liputan6.com, Jakarta Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2024 kembali memikat perhatian dengan tema “Metanoia,” yang berarti transformasi atau perubahan pikiran. Acara bergengsi ini berlangsung di Empire XXI Yogyakarta dari 30 November hingga 7 Desember 2024. Salah satu segmen yang menjadi sorotan adalah “Layar Indonesiana,” program khusus yang menampilkan 10 film pendek lokal hasil pendanaan Kompetisi Produksi Film Pendek dari Kemendikbudristek—sekarang dikenal sebagai Kementerian Kebudayaan.
Program “Layar Indonesiana” selalu menjadi magnet dalam festival JAFF 2024. Film-film pendek yang ditampilkan telah melalui proses seleksi ketat, mentoring, dan produksi oleh para ahli perfilman nasional. Tahun ini, salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Memori Air (The Water Fairy), film pendek arahan sutradara Imam Syafi’i.
Baca Juga
Film ini diproduksi oleh Thea Filisa dengan dukungan co-producer Rivandy Kuswara dan Riani Singgih. Proyek ini juga melibatkan rumah produksi Ficcionaire Collective, Seven10 Media, serta Content Collision.
Advertisement
Memori Air mengangkat cerita persahabatan dua anak yang mengalami tragedi besar. Fokusnya adalah pada Banyu, yang dihantui rasa bersalah dan trauma setelah menyaksikan kematian sahabatnya, Dhika. Dalam upayanya melepaskan diri dari rasa kehilangan, Banyu kerap kembali ke umbul—tempat kejadian tragis tersebut—sembari menghadapi tuduhan dan kesedihan dari ibu Dhika.
Cerita ini terinspirasi dari pengalaman nyata orang terdekat sang sutradara. Imam Syafi’i menjelaskan, “Film pendek ini ingin menunjukkan pentingnya peran orang tua sebagai pendengar yang empatik. Ini adalah cerita personal yang ingin saya sampaikan untuk menginspirasi banyak orang.”
Keindahan Visual dengan Nuansa Jawa
Produser Thea Filisa menambahkan, Memori Air berusaha mengungkap bagaimana seorang anak memproses trauma dan kehilangan secara berbeda dari orang dewasa. “Kami ingin menggambarkan perspektif anak-anak dalam menghadapi kesedihan. Penting bagi mereka untuk mendapatkan dukungan yang tulus agar mampu bangkit dari pengalaman pahit.”
Berlatarkan desa di Klaten, Jawa Tengah, Memori Air tidak hanya menampilkan kisah mendalam, tetapi juga menghadirkan visual memikat. Penggunaan bahasa Jawa dalam dialog memberikan sentuhan autentik, sementara elemen budaya lokal dengan nuansa mistis memperkaya cerita. Adegan dramatis berlatar alam pedesaan yang tenteram menjadi daya tarik tersendiri, memperkuat atmosfer emosional film ini.
Advertisement
Dukungan Kementerian dan Harapan ke Kancah Internasional
Film Memori Air menjadi salah satu dari 10 finalis yang berhasil lolos dari ratusan proposal yang diajukan ke program Kompetisi Produksi Film Pendek Layar Indonesiana. Dukungan dari Kementerian Kebudayaan dan mentor profesional menjadi aspek penting dalam keberhasilan proyek ini. “Kami sangat berterima kasih atas kesempatan ini. Selain bantuan dana, mentoring yang kami terima sejak awal sangat membantu dalam memperkuat visi film kami,” ungkap Thea Filisa.
Perjalanan Memori Air di JAFF 2024 menjadi pembuka bagi peluang lebih besar. Imam Syafi’i berharap film ini dapat bersinar di festival internasional, khususnya yang memiliki segmen untuk karya bertema anak-anak. Selain Memori Air, film pendek lainnya seperti Bong, Hear The Ping Pong Sing, dan Darah Ksatria juga turut ditampilkan dalam program ini.
Program “Layar Indonesiana” di JAFF 2024 tidak hanya menjadi platform bagi para pembuat film muda, tetapi juga bukti nyata dedikasi Kementerian Kebudayaan dalam mendorong kreativitas anak bangsa. Dengan kisah dan visual yang kuat, Memori Air dan film lainnya diharapkan mampu menginspirasi lebih banyak audiens di tingkat nasional maupun global.