Kenangan Joy Astro 16 Hari Liputan Tsunami Aceh 2004, Merasa Kecil dan Berdosa di Bumi Serambi Makkah

Hampir 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik Tanah Air, presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro menyebut liputan tsunami Aceh 2004 paling membekas di benak.

oleh Wayan Diananto diperbarui 24 Jan 2025, 13:30 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2025, 13:30 WIB
Joy Astro
Hampir 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik Tanah Air, presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro menyebut liputan tsunami Aceh 2004 paling membekas di benak. (Foto: Dok. Koleksi Pribadi Joy Astro)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Hampir 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik Tanah Air, presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro berbagi kenangan paling berkesan selama menjadi wartawan. Ada beberapa yang menggenang di benaknya.

Satu yang membekas hingga kini, tsunami Aceh 2004. Dua dekade lewat sudah, Joy Astro masih ingat betul kali pertama menginjakkan kaki di Bumi Serambi Makkah untuk menyampaikan informasi paling aktual, taham, dan terpercaya.

“Salah satunya tsunami Aceh 2004. Saya merasa kecil dan berdosa sekali di sana. Waktu liputan ke sana, baru seminggu setelah tsunami. Saya syok melihat mayat nyangsang di atas pohon,” kata Joy Astro.

Hari pertama, Joy Astro dan juru kamera ditempatkan di perumahan yang tak berpenghun lagi. Cari makanan susah, mandi pun susah. Akses komunikasi belum 100 persen pulih setelah Aceh dihantam gempa bumi dan tsunami.

Inilah bagian terakhir wawancara eksklusif Showbiz Liputan6.com bersama presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro. Ia berbagi pengalaman meliput tsunami hingga mengantar program Sigi Investigasi meraih Piala Panasonic Gobel Award.

Mayat di Dalam Rumah Warga

Joy Astro
Hampir 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik Tanah Air, presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro menyebut liputan tsunami Aceh 2004 paling membekas di benak. (Foto: Dok. Koleksi Pribadi Joy Astro)... Selengkapnya

Joy Astro berada di Aceh selama 15 sampai 16 hari. Masih segar dalam ingatan, beberapa hari setelah gempa bumi dan tsunami, warga yang selamat tak sangup membendung sedih hingga kehilangan energi untuk berbenah dan bangkit.

Mau mengangkat mayat saja istilahnya sudah enggak sanggup sampai dibantu mahasiswa pencinta alam, BNPB, relawan, dan sebagainya. Tak heran jika Joy Astro merasa kecil dan berdosa di hadapan Tuhan setelah menyaksikan wajah Aceh, Desember 2004.

“Yang membekas sekali, orang di sana waktu itu sampai tak punya tenaga untuk sekadar mengeluarkan mayat dari dalam rumah. Kalau dulu ada istilah viral, pasti viral banget. Tiap rumah ada tulisan misalnya: Masih ada 7 mayat di dalam. Dan sebagainya,” katanya, baru-baru ini.

Perlahan tapi pasti bantuan mengalir untuk warga Aceh. Ada yang membantu bikin sumur karena sumber-sumber air bersih di sana tercemar mayat. Yang bikin dada sesak adalah fakta bahwa Joy Astro harus memberitakan betapa hancurnya Aceh kala itu.

“Betapa banyak anak yang menjadi yatim piatu. Banyak ibu kehilangan anak. Anak kehilangan bapak. Bapak kehilangan cucu. Kami harus mewawancara mereka yang menyaksikan ayah ibunya hanyut tapi tak kuasa untuk menolong,” ujar Joy Astro di Senayan City, Jakarta.

Di situlah ia menangis. Saat wawancara para penyintas pun, suara Joy Astro bergetar. Salah satunya saat mendengar pengakuan anak yang kehilangan ayah ibu lalu tak punya semangat belajar meski sekolah (darurat) kala itu sudah dibuka.

“Belum lagi melihat teman-teman responden kehilangan anak istri. Tatapan mata mereka kosong, kayak orang (maaf) enggak punya semangat hidup lagi. Saya menyaksikan itu tiap hari, orang menangisi jenazah sampai suaranya enggak kedengaran,” akunya.

 

Kiamat Kecil di Sanubari

Joy Astro
Hampir 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik Tanah Air, presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro menyebut liputan tsunami Aceh 2004 paling membekas di benak. (Foto: Dok. Koleksi Pribadi Joy Astro)... Selengkapnya

Belum lagi suatu hari, Joy Astro melihat orang-orang menguburkan banyak jenazah di lubang tanah yang besar. Momen itu mengguncang hati para jurnalis yang bertugas termasuk Joy Astro yang membawa nama Liputan6 SCTV.

“Itu mengguncang semuanya (termasuk hati nurani saya). Kuasa Tuhan itu enggak bisa dilawan. Mau sekaya apapun dan sepintar apapun kita,” Joy Astro menyambung seraya mengingat seorang jurnalis perempuan melaporkan situasi terkini sambil menangis.

Ia memahami mengapa jurnalis ini mewek. Itu bukan lebay. Joy Astro mengingatkan, andai yang mengatai lebay berada di lokasi bencana, bisa jadi mulut mereka akan terkunci. Air mata tanpa dikomando mengendap di pelupuk lalu “pecah.”

“Kalau kamu di sana waktu itu, kamu akan merasakannya. Saya kayak mengalami kiamat kecil (di hati),” beri tahu Joy Astro. Kepiawaiannya melaporkan langsung hingga jadi presenter papan atas tak luput dari masukan sejumlah jurnalis ikonis SCTV.

Para mentor ini berperan besar dalam membimbing Joy Astro menemukan karakternya sendiri saat berada di studio Liputan6 hingga di fase sekarang. Karenanya, dalam kesempatan itu, ia berterima kasih kepada para mentor.

“Salah satunya, Tris Wijayanto lalu Bang Apni Jaya Putra yang mengajari saya tampil di layar. Senior yang sering memberi masukan itu Bayu Sutiyono dan Ira Kusno. Mbak Rossi waktu itu sudah jadi ikon (dan ikut membimbing),” Joy Astro membeberkan.

 

Bagian Terbaik Itu Bernama Liputan6

Joy Astro
Hampir 25 tahun mengabdi di dunia jurnalistik Tanah Air, presenter Liputan6 SCTV, Joy Astro menyebut liputan tsunami Aceh 2004 paling membekas di benak. (Foto: Dok. Koleksi Pribadi Joy Astro)... Selengkapnya

Presenter kelahiran 23 Desember 1973 ini kemudian mengenang sejumlah rekan yang jadi partner siaran di awal karier. Partner pertama siaran di Liputan6 Pagi adalah Indy Rahmawati. Setelahnya ada Nunung Setiyani, Sella Wangkar, Rieke Amru, dan Eva Yulizar atau Eva Julianti.

“Indy yang paling sering,” ungkap lulusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, lalu menambahkan, “Saya ingin menjadi jurnalis yang berdampak. Karena kami jurnalis, link kami tidak terbatas. The sky is our limit, actually.”

Di Liputan6 SCTV, Joy Astro belajar berpikir taktis dan kritis. Dari semua hal yang pernah dikerjakan, ia bersyukur diberi kesempatan Sang Khalik menjadi jurnalis di Liputan6 SCTV. Semua pencapaian yang didapat, dipersembahkan Joy Astro untuk ayah dan ibu.

Salah satunya, mengantar program Sigi Investigasi menang Panasonic Gobel Awards 2012 untuk Program Investigasi Terbaik. Belum lagi penghargaan dari Aliansi Jurnalis Indonesia dan KPI Awards. Ini jadi bahan bakar untuk terus melahirkan karya yang berdampak.

Terang-terangan, Joy Astro mengaku Liputan6 SCTV punya tempat istimewa dalam rekam jejak kariernya. “Saya berkarier di sini hingga jelang seperempat abad. Kalau tidak penting, saya sudah meninggalkan bidang ini sejak lama,” ia menuturkan.

Liputan6 itu hal terbaik yang saya punya dalam hidup. Saya belajar banyak dari enggak mengerti cara bikin skrip, enggak tahu bagaimana menjadi news anchor dan figur publik, public speaker, dan akhirnya bikin karya membanggakan,” Joy Astro mengakhiri.

infografis indeks kualitas siaran televisi
Indeks Kualitas Siaran Program Televisi Nasional... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya