Liputan6.com, Jakarta - Panggilan jiwa menjadi pendorong Aryo Setiawan mengembangkan Batik Wistara berkonsep sosipreneuner.
Panggilan itu membuat Arya memulai usaha dengan mengajak penyandang tuna rungu untuk berkarya memproduksi batik sejak 2010.
Ketika berada di workshop Batik Wistara milik Aryo, tangan-tangan bergerak dengan cukup baik. Hanya ada deru mesin jahit dan gunting berisik memenuhi ruangan. Sementara, para perajin sunyi dan diam. Itulah suasana di workshop Aryo yang perajin batiknya merupakan penyandang tuna rungu.
Advertisement
Aryo memahami, masalah apa yang selama ini dihadapi oleh penyandang disabilitas terutama masalah minimnya kesempatan kerja bagi mereka.Oleh karena itu, ia menggandeng penyandang disabilitas untuk menjadi sosok produktif di usaha yang digeluti Aryo.
Baca Juga
"Dari dulu sampai sekarang konsepnya memang bukan mencari keuntungan dan popularitas, konsepnya lebih ke biar adik-adik ini bisa bekerja, bisa berkarya dan ada sesuatu yang bisa ditunjukkan," tutur Aryo, seperti dikutip dari Times Indonesia, yang ditulis Sabtu, (31/10/2020).
Aryo memulai usaha Batik Wistara dengan tiga orang pegawai, yang merupakan penyandang disabilitas.
Awalnya, Aryo hanya mengerjakan konveksi batik saja tetapi seiring berjalan waktu, akhirnya memproduksi sendiri batik, mulai dari penggambaran batik hingga pemasaran.
"Adik-adik ini enggak semuanya bisa menjahit, dari pada nganggur akhirnya kita buatkan," ujar dia.
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Panggilan Jiwa
Aryo mengatakan motivasi membuat konsep sosiopreuner dengan memberdayakan penyandang tuna rungu adalah sebagai panggilan jiwa. Dia menuturkan, penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan yang sama.
"Jadi saya kalau melihat adik-adik ini tidak bisa menahan air mata. Mereka punya masa depan yang bisa menjadikan mereka mandiri tidak bergantung pada orang lain. Tidak selamanya mereka akan bersama orang tua mereka. Buat orang lain itu remeh, tapi buat saya itu solusi sekali, bisa mengubah sosok orang yang tadinya enggak berguna, tidak percaya diri tapi sekarang percaya diri," kata dia.
Aryo pun berusaha semaksimal mungkin agar seluruh karyawannya bisa bekerja dengan baik, dengan tangan sabarnya ia mengajari mereka. Suatu saat nanti jika para penyandang tuna runggu yang saat ini ia berdayakan tak lagi di Batik Wistara merka akan memiliki ilmu yang cukup.
"Initinya kita bekerja dengan adik-adik luar biasa, kesulitan banyak tapi itu bukan suatu yang menyurutkan kita berhenti. Memang ada satu waktu menyerah tapi nyerah tapi kembali lagi tujuan kita apa," tutur Aryo.
Advertisement
Ingin Masyarakat Hargai Batik Wistara Sebagai Karya
Meski menggandeng penyandang tuna rungu, ia ingin agar orang-orang benar-benar menghargai Batik Wistara sebagai sebuah karya, bukan sebagai kasihan semata.
Ia juga tak ingin orang lain melihat Batik Wistara sebagai batik yang mencari popularitas. Akan tetapi benar-benar sebagai sebuah karya yang bisa dinikmati.
"Kalaupun harapan yang terbaik untuk batik wistara, bisa diterima masyarakat umum," ucapnya.
Kini Batik Wistara telah dijual dibeberapa daerah di Indonesia. Bahkan masker Batik Wistara pun telah dipesan orang Indonesia untuk dibawa keluar negeri. PT PLN, BUMN penyedia listrik ini juga menggandeng Batik Wistara dalam mengembangkan usaha.
"Saya berharap Batik Wistara bisa menjadi rujukan edukasi batik dari luar, serta menjadi pusat oleh-oleh," ujar Aryo Setiawan.
Â
Simak berita menarik lainnya dari Times Indonesia di sini