Liputan6.com, Surabaya - Dosen Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Amien Widodo mengungkapkan, dalam laporan Pusat Gempa Nasional 2017 disebutkan bahwa banyak kota di Indonesia dilewati oleh sesar aktif yang berpotensi mendorong terjadinya gempa.
Menurut dia, laporan yang tersaji dalam bentuk peta bahaya gempa itu menunjukkan potensi gempa akibat sesar aktif juga tidak sedikit keberadaannya di Provinsi Jawa Timur. Di antaranya ada sesar Wonorejo di Kabupaten Banyuwangi, sesar Probolinggo di Kabupaten Probolinggo, dan sesar Pasuruan di Kabupaten Pasuruan.
Baca Juga
“Kota Surabaya bahkan dilewati oleh dua sesar yang berbeda, yaitu sesar Surabaya dan sesar Waru,” ujarnya dikonfirmasi terkait persebaran sesar di Surabaya, Senin (18/1/2021).
Advertisement
Keberadaan sesar Waru memanjang dari Gresik, melewati Mojokerto, Jombang, Nganjuk, hingga Saradan. Sesar-sesar ini masih aktif dan mengalami pergerakan setiap tahunnya rata-rata sejauh 0,05 milimeter.
"Maka sudah sepatutnya, kita mewaspadai terjadinya gempa dan meminimalisasi kerugian yang mungkin terjadi," ucap Amien.
Sebelum tak terkendali, kata Amien, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan terkhusus Pemerintah Kota Surabaya seharusnya telah menyiapkan langkah antisipasi.
Amien yang juga peneliti senior dari Pusat Studi Mitigasi, Kebencanaan, dan Perubahan Iklim (MKPI) ITS menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan asesmen ancaman gempa, asesmen kerentanan bangunan dan kerentanan tanah, serta asesmen kapasitas masyarakat.
“Bila kawasan tersebut mempunyai kondisi tanah yang buruk dan bangunan yang kurang kokoh, maka bisa dikategorikan kawasan berisiko tinggi,” ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kenali Bencana
Sebaliknya, lanjut Amien, apabila kondisi lapisan tanahnya kuat dan bangunan berdiri kokoh, maka kawasan dapat masuk dalam klasifikasi kawasan berisiko kecil.
"Berdasarkan peta zonasi kawasan dengan tingkat risiko yang rendah hingga tinggi ini, dapat dibuat dan dijadikan acuan mitigasi. Setiap kawasan akan sangat mungkin memiliki arahan mitigasi yang berbeda, sesuai dengan levelisasi itu," ucapnya.
"Baik itu arahan mitigasi struktural, maupun arahan mitigasi nonstruktural, keduanya sama-sama penting dan perlu untuk diedukasikan kepada masyarakat," ujarnya.
Pada dasarnya, lanjut Amien, bencana alam tidak akan menimbulkan korban jiwa jika terjadi di kawasan tak berpenduduk. Namun, bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk menghindari kerugian yang besar di kawasan padat penduduk.
“Maka, mari kenali bencana. Kita kenal dengan bencana, kita selamat,” ucap Amien.
Advertisement