Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum UI Harkristuti Harkrisnowo memaparkan beberapa masalah yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) adalah keterbatasan fasilitas dan hukum pidana yang ada di Indonesia yang masih didominasi oleh pidana penjara.
Harkristuti juga menyampaikan beberapa masalah sosial yang akan dihadapi mantan narapidana. Menurutnya mendapatkan pekerjaan menjadi hal yang sering dihadapi mantan narapidana setelah kembali kepada kehidupan sosial.
Baca Juga
"Maka dari itu diperlukan tempat sementara yang dapat memberikan kebutuhan mantan napi sebelum benar-benar kembali kepada masyarakat. Rumah Singgah menjadi sebuah solusi yang diharapkan dapat memberikan kebutuhan bagi mantan narapidana," ujarnya pada acara diskusi 'Penguatan Pembinaan Narapidana sebagai Upaya Mencegah Lembaga Pemasyarakatan Sekolah Kejahatan', ditulis Senin (24/6/2024).
Advertisement
Konsep Rumah Singgah sendiri menurut Harkristuti adalah tempat sementara bagi napi yang memiliki fasilitas berbasis komunitas (residential treatment centers), didirikan untuk memberikan kesempatan dan peluang transisi terhadap sumber daya komunitas agar memiliki upaya untuk kembali ke masyarakat sebagai anggota komunitas yang sehat, taat hukum, dan produktif setelah mereka dinyatakan bersalah melakukan kejahatan tertentu.
Harkristuti menambahkan esensi rumah singgah adalah sebagai wadah penting dalam proses reintegrasi mantan narapidana ke masyarakat. Fungsinya tidak hanya sebagai tempat tinggal sementara, tetapi juga sebagai jembatan untuk membantu mereka kembali ke kehidupan normal.
Harkristuti menyampaikan, rumah singgah harus bisa menyediakan tempat tinggal dan kebutuhan dasar bagi mantan narapidana yang baru keluar dari lapas, yang mungkin belum memiliki tempat tinggal atau pekerjaan yang stabil.
"Agar mendapat pekerjaan rumah singgah harus mampu memberi pembinaan dan keterampilan. Selain memberi keterampilan untuk pekerjaan setelah kembali kepada Masyarakat, rumah singgah juga membantu mantan narapidana membangun jaringan sosial," sambungnya.
Angka Residivis Tinggi
Ktut Silvanita, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UKI menyatakan, data menunjukkan salah satu indikasi yang mengkhawatirkan adalah tingginya angka residivisme, di mana narapidana kembali melakukan kejahatan setelah bebas.
Hal ini bisa jadi karena selama di lapas, mereka terpapar dengan budaya kriminal dan bertukar pengalaman dengan narapidana lain, termasuk residivis.
Diambil dari data 2016 hingga 2021 lalu rata-rata jumlah narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang masuk Lembaga pemasyarakatan sebesar 130.881 WBP namun sekitar 20.319 WBP masuk Kembali atau 15.49% WBP masuk Kembali.
Dari data tersebut menunjukkan beberapa kendala yang masih dihadapi Lembaga Pemasyarakatan untuk membina WBP agar tidak masuk kembali.
“Alasan WBP masuk Kembali ke lapas, utamanya karena kondisi ekonomi. Selain itu ada kondisi lingkungan seperti stigma negatif dari masyarakat, dan karena pribadi residivis itu sendiri. Jika pembinaan dilakukan dengan tepat maka WBP dapat menjadi potensi ekonomi dan menjadi modal Pembangunan” Ujar Ktut.
Ketut juga menyampaikan bahwa pembekalan keterampilan juga perlu diberikan kepada WBP.
“Ya perlu juga ada program pemberdayaan Tenaga Kerja-Warga Binaan Pemasyarakatan (TK-WBP). Program ini harus bisa meningkatkan dan melengkapi WBP dengan kemampuan untuk berusaha sehingga memberikan kesempatan untuk memulai bisnis. Program ini tidak hanya merupakan kemampuan finansial tetapi juga mengurangi residivis” Imbuh Ktut.
Advertisement