Indonesia Belum Merdeka dari Internet Lemot

Tokoh Internet Indonesia Budi Rahardjo menilai, infrastruktur masih jadi batasan utama dalam kontemplasi kemerdekaan RI yang ke-71.

oleh Muhammad Sufyan Abdurrahman diperbarui 17 Agu 2016, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Agu 2016, 16:00 WIB
Tokoh Internet Indonesia Budi Rahardjo
Budi Rahardjo, Tokoh Internet Indonesia (Liputan6.com/Muhammad Sufyan Abdurrahman)

Liputan6.com, Bandung - Tokoh Internet Indonesia asal Bandung, Budi Rahardjo, menilai infrastruktur masih jadi batasan utama dalam kontemplasi kemerdekaan RI yang ke-71.

Menurut Budi, sarana dan prasarana (khususnya konektivitas) sejak awal Internet berkembang di Indonesia tahun 1987 hingga 2016 ini relatif tidak maju signifikan untuk masyarakat Indonesia.

"Beberapa waktu lalu, saya mendampingi acara pemrograman untuk ibu-ibu, eh... semua mengeluh akses internet lambat. Internet dipakai sepuluh orang saja sudah down. Padahal ini di kota besar (Bandung), lantas bagaimana dengan mereka yang di penjuru?" katanya saat bincang santai kepada Tekno Liputan6.com di Bandung, baru-baru ini.

Menurutnya, situasi di era tahun 1980 dan 1990 bisa dipahami karena teknologi dan pengguna memang belum banyak, sehingga operator seluler dan internet service provider tak berani investasi teknologi.

Akan tetapi, lanjutnya, sekarang dengan ragam teknologi dan keberanian investasi jauh lebih banyak, sepatutnya performa internet bisa lebih andal dan mudah diakses masyarakat.

"Buktinya Vietnam dan Malaysia aman dan cepat. Kenapa mereka bisa dan kita masih sulit? Kemudian sekarang ini isunya soal kualitas. Memang sekarang promosi murah-murah, 5GB sudah menarik sekali tarifnya, tapi ternyata kualitas 'acakadut', itu nggak boleh lah asal murah," keluhnya.

Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB ini juga melihat tantangan lain, yakni belum ada konten internet Indonesia yang bagus. Contohnya, e-learning tetap melihat produk luar karena konten berbahasa Indonesianya masih jelek.
Tokoh Internet Indonesia Budi Rahardjo bersama komunitas TIK selepas acara Code MeetUp di Bandung. (Liputan6.com/Muhammad Sufyan Abdurrahman)
Konten di dalam negeri malah mengedepankan hoax, info sensasional, dan pesimisme. Baginya, konten negatif otomatis membuat orang berpikiran jelek. Sebaliknya konten penuh spirit, akan membuat orang bersemangat terus.

Menurut pionir peranti lunak sistem distribusi milis di Indonesia ini, tantangan terakhir adalah tata kelola pengelola internet Indonesia yang saat ini dinilainya cenderung berebut kekuasan, namun tidak memberikan karya konkrit kepada masyarakat Indonesia.

"Ada gejala ingin kelihatan menonjol perannya, padahal itu bukan hal substansif. Ini jadinya malah nampak menguatkan peran administrasi dibandingkan karyanya," tutup salah satu perintis domain name server (DNSi Tanah Air tersebut.

(Msu/Isk)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya