Liputan6.com, Jakarta - Driver online curang kembali mencoreng citra layanan transportasi online di Indonesia. Tujuh driver online di Makassar, Sulawesi Selatan, memanfaatkan aplikasi palsu dan terbukti menggunakan illegal access system electronic atau aplikasi Fake GPS.
Mereka diringkus polisi setempat karena menggunakan aplikasi tambahan untuk mengantar 'tuyul' alias penumpang fiktif. Pengemudi seolah-olah sedang mengantar penumpang, padahal mereka sedang berada di rumah.
Advertisement
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Go-Jek mengatakan memiliki kode etik yang mengatur tala kelola pelayanan mitra driver. Bila ada mitra driver yang terbukti melakukan pelanggaran atau kecurangan, perusahaan ride-sharing itu menegaskan akan mendepaknya.
"Mereka (driver) akan kami kenakan sanksi tegas, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini guna menjaga kualitas layanan kepada pelanggan sekaligus untuk menghargai para mitra-mitra lain yang bekerja keras secara baik dan jujur untuk kehidupan mereka dan keluarga," kata Manajemen Go-Jek kepada Tekno Liputan6.com, Selasa (23/1/2018) di Jakarta.
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan kisah para sopir ojek online yang menjadi korban penipuan order fiktif makanan. Beberapa foto yang beredar di media sosial memperlihatkan wajah sopir ojek online yang tertunduk lesu setelah mengetahui kalau order makanan yang diantarnya palsu.
Menanggapi kejadian yang viral dan menghebohkan warganet tersebut, manajemen Go-Jek mengimbau kepada masyarat agar tak membuat order fiktif yang berdampak merugikan.
"Go-Jek mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membuat order palsu yang bermaksud merugikan mitra driver atau pelanggan lainnya," kata manajemen Go-Jek beberapa waktu lalu.
Manipulasi Penumpang dan Lokasi
Terkait order fiktif di Makassar, tujuh driver curang ditangkap di sebuah rumah kos di Jalan Toddopuli, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Mereka adalah IGA (31), AQM (25), RJ (25), HR (21), KFP (24), TR (24), dan TB (25).
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani mengatakan, ketujuh pemuda itu menggunakan aplikasi fiktif untuk mencapai target harian. Aplikasi itu dapat digunakan untuk merekayasa penumpang fiktif.
"Mereka menginstal aplikasi Mock Location atau Fake GPS, jadi mereka dapat mengendalikan GPS mereka seolah-olah sedang mengantar penumpang," jelasnya.
Tak hanya menggunakan penumpang fiktif, ketujuh pengemudi transportasi online itu juga memanipulasi pendeteksi lokasi agar tak diketahui perusahaan Grab.
Dalam sehari, kata Dicky, setiap pelaku biasanya memanipulasi 15 pesanan penumpang fiktif agar mencapai target yang dibebankan oleh Grab.
"Jadi ada target dari Grab, agar mereka bisa mendapatkan insentif Rp 240 ribu setiap harinya," sambungnya.
Dicky mengungkapkan, ketujuh pelaku belajar modus operandi ini secara autodidak dari internet sejak awal Januari 2018. "Keuntungan mereka sejak saat itu mencapai Rp 50 juta," Dicky menambahkan.
Advertisement
Kecurangan yang Menular
Sementara IGA, salah seorang pelaku illegal access yang diamankan aparat kepolisian, mengaku dirinya sakit hati setelah melihat teman-temannya sesama pengemudi berhasil mencapai target dan mendapatkan insentif harian dengan cara serupa.
"Awalnya selalu lihat teman pakai order fiktif begitu, sakit hati saya. Saya kemudian belajar dan mencari tahu di Internet cara seperti itu," ucap IGA.
Terpisah, Ridzki Kramadribrata, Manajer Direktur PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia), sangat mengapresiasi penangkapan ketujuh pemuda yang merugikan perusahaannya itu, karena ini pertama kalinya
"Ini luar biasa, karena di seluruh Indonesia ini pertama kalinya ya. Kami sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian, dan semoga ini menjadi efek jera bagi seluruh pengemudi malas yang maka," ucapnya.
(Isk/Cas)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini