Mengenal Cambridge Analytica dan Haruskah Kita Tinggalkan Facebook?

Apa itu Cambridge Analytica (CA), firma yang diduga terlibat dalam skandal kebocoran data 50 juta pengguna Facebook? Lalu, haruskah kita meninggalkan Facebook?

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Mar 2018, 13:35 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2018, 13:35 WIB
Ilustrasi Facebook
Ilustrasi Facebook

Liputan6.com, Jakarta - Firma Cambridge Analytica (CA) dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data 50 juta pengguna Facebook.

Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, itu dituding menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program software yang bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.

Co-founder Cambridge Analytica Christoper Wylie diduga sebagai orang pertama yang meramaikan kasus ini sebagai whistleblower (pembocor rahasia internal). Ia membeberkan berbagai hal yang dilakukannya.

"Kami mengeksploitasi Facebook untuk mengambil jutaan data dari profil mereka. Lalu kami membangun model untuk membedah apa yang bisa kami ketahui tentang mereka dan menarget 'iblis' dalam diri mereka. Itulah basis dari mengapa perusahaan (Cambridge Analytica) ini dibangun," sebut Wylie sebagaimana dikutip The Guardian, Rabu (21/3/2018).

Nah, tentu ini adalah hal yang sangat berbahaya. Berbagai data privasi kita bisa digunakan untuk memengaruhi suara politik dari masyarakat, dan akan berimbas besar ke hasil pemungutan suara yang tentu mencoreng nilai demokrasi.

Lalu, apakah kita harus lari sejauh-jauhnya dari Facebook? Mari kita pelajari dulu apa itu Cambridge Analytica dan sebesar apa dampaknya.

Cambridge Analytica adalah perusahaan yang dimiliki oleh miliarder teknologi bernama Robert Mercer. Salah satu jajaran direksinya, sebelum dilantik sebagai penasihat Presiden Trump, adalah Steve Bannon yang juga petinggi di media konservatif Breitbart.

Sejah 2014 silam, Cambridge Analytica mengembangkan sebuah teknik untuk mendapat data Facebook dari kuis kepribadian. Tipe kuis yang memang cukup populer di Facebook ini dikerjakan oleh perusahaan pihak ketiga, yakni Global Science Research.

Kuis ini menggunakan algoritma yang secara personal memprofil dan menargetkan mereka yang berada di usia pemilih. Christopher Wylie adalah sang maestro di balik proyek ini.

Sedari awal, perusahaan ini membantah jika mereka 'memanen' data dari Facebook, dan mengaku tidak menggunakan data Facebook ketika pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016.

Dikatakan juga bahwa mereka mematuhi persyaratan Facebook dengan tidak lagi memiliki data dari Global Science Research selaku pengembang kuis.

 

Cara Cambridge Analytica 'Memanen' Data dari Facebook

Facebook
CEO Facebook Mark Zuckerberg. (Doc: Reuters)

Tentu, jika data profil kamu adalah salah satu yang disalahgunakan, kamu tidak tahu jika data kamu disalahgunakan. Wylie menyebut jika kamu berteman Facebook dengan seseorang yang menggunakan aplikasi uji kepribadian bernama "thisisyourdigitallife," maka kamu telah berkonsensus dengan Global Science Research untuk mereka mengakses data kamu.

Parahnya, banyak sekali pengguna Facebook di AS dibayar untuk menggunakan aplikasi ini. Tentu akhirnya teman-teman mereka yang menggunakan aplikasi ini akhirnya juga 'terpanen' datanya.

Wylie juga menyebut bahwa data ini diambil oleh Cambridge Analytica dari Global Science Research dengan dalih riset akademik.

Data-data yang dipanen ini termasuk di antaranya adalah apa saja yang kamu like di berbagai situs di Facebook. Dengan data yang dibangun dari like ini saja, algoritma yang dikembangkan Cambridge Analytica bisa mengetahui berbagai hal seperti ras, gender, orientasi seksual, bahkan trauma masa kecil dan juga kerentanan terhadap jenis narkoba tertentu.

Hal ini membuat data-data yang cukup valid dan detail dari banyak akun profil di Facebook. Cambridge Analytica pun bisa merancang profil detail berdasarkan data ini, dan mencocokkannya dengan catatan pemilik.

Dengan ini, mereka akan tahu sang calon pemilih ini akan memilih siapa, jika sesuai dengan tujuan mereka, di mana dalam kasus ini, memilih Donald Trump, tak ada masalah.

Jika mereka cenderung memilih Hillary Clinton, mereka akan membuat sistem periklanan yang akan tampil di timeline sang pemilih yang mungkin bisa mengubah pandangan mereka untuk memilih Trump.

Seberapa Efektif Cara 'Curang' ini Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu?

Cukup efektif karena Cambridge Analytica berhasil mencocokkan puluhan juga data Facebook dengan catatan pemilih.

Lalu dari situ mereka menarget pengguna individual dengan "pemasaran personal" untuk mengubah pandangan politiknya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Haruskah Kita Menghapus Facebook?

20 Orang Ini Pertama Kali Punya Facebook
Facebook (ilustrasi)

Facebook sendiri secara sadar atau tidak kamu sadari adalah dunia yang dipenuhi iklan personal. Tentu kamu sudah familiar dengan konsep bahwa jika kamu 'Googling' sesuatu, hal tersebut juga akan keluar iklannya di Facebook.

Seperti jika kamu mencari soal fotografi di Google, di Facebook tiba-tiba banyak iklan soal kamera.

Namun Cambridge Analytica adalah kasus berbeda. Ini sedikit lebih 'seram' dibanding sekadar pemasaran personal. Cambridge Analytica mengambil data pengguna tanpa konsensus dari sang pemilik data, dengan kata lain, kita tidak tahu-menahu akan hal ini.

Untuk menghindari penyalahgunaan data semacam ini kamu perlu sangat hati-hati dengan 'data permissions' yang selalu muncul ketika kamu terkoneksi dengan aplikasi di Facebook.

Namun meski kamu melakukannya, kamu masih tetap berisiko ketika salah satu dari teman kamu ceroboh untuk mengizinkan datanya diakses pihak ketiga.

Reporter: Indra Cahya

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya