Liputan6.com, Jakarta - Isu keamanan kembali menerjang Facebook terkait keamanan data. Kali ini, terkait isu pencurian data yang memanfaatkan kuis-kuis yang biasa ada di Facebook, seperti mengetahui jodoh, rezeki, termasuk tujuan wisata.
Terbaru, kuis-kuis semacam itu ternyata memiliki masalah keamanan data. Salah satunya ditujukan pada Cambridge Analytica perusahaan data asal Inggris yang dituding mengeksploitasi data 50 juta pengguna Facebook.
Advertisement
Baca Juga
Polemik mengenai kuis yang beredar di Facebook memang sudah sejak lama disebut bermasalah. Alasannya, sejumlah kuis Facebook dipakai mengecoh orang-orang untuk mendapatkan informasi pribadi mereka dan menghasilkan uang dari hal itu.
Informasi itu diungkapkan oleh Managing Director Keamanan Siber di Florida Center, Sri Sridharan. Menurutnya, kuis semacam ini kelihatannya memang tak berbahaya, tapi tak pernah diketahui siapa yang sebenarnya meminta informasi tersebut.
Dikutip dari Inquirer, Selasa (20/3/2018), hacker kerap memakai kuis semacam ini untuk menutup link berbahaya yang bisa digunakan untuk membobol keamanan online. Terlebih, kuis-kuis tersebut memang disediakan oleh pihak ketiga.
"Semakin banyak yang mereka tahu tentang Anda, semakin banyak juga cara yang digunakan untuk mengecoh Anda melakukan sesuatu seperti mengklik link yang seharusnya tidak boleh Anda klik," tuturnya.
Mengingat banyak kuis yang membahayakan data pribadi, ia pun menyarankan agar pengguna hanya mengikuti kuis dari situs web terpercaya. Pengguna juga diminta waspada jika mengikuti kuis atau jajak pendapat yang mengharuskan login ke akun Facebook.
Kuis Kepribadian di Facebook Juga Menyimpan Bahaya Serupa
Masalah keamanan ini juga dilaporkan oleh peneliti Aleksandr Kogan yang membuat aplikasi thisisyourdigitallife. Ia pun menyediakan kuis dengan syarat login dengan akun Facebook.Â
Ternyata, hal itu menciptakan celah kepada si pembuat kuis untuk melihat sebagian data-data yang dimiliki pengguna di Facebook, seperti identitas dan hal-hal yang kamu like.
Data-data itu dikhawatirkan dipakai untuk kepentingan si pengambil data. Kogan yang seorang akademisi mengaku ke Facebook kalau ia hanya melakukannya untuk tujuan penelitian.
Namun, menurut laporan terbaru, Kogan ternyata membagikan hasilnya ke Cambridge Analytica. Facebook bersikeras kalau pihaknya juga telah dibohongi oleh pembuat aplikasi.
"Si peneliti yang dipertanyakan, Aleksandr Kogan, menarik beberapa ratus ribu individual untuk menggunakan login Facebook ke kuis kepribadiannya pada 2014. Ia berbohong kepada para pengguna dan berbohong pada Facebook perihal apa yang ia gunakan dengan data-data itu," ucap Alex Stamos, Chief Security Officer di Facebook.
Advertisement
Kisah Cambridge Analytica
Cambridge Analytica (CA) sendiri dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.
Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, itu dituding menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program software yang hebat sehingga bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.
Dilansir The Guardian, Selasa (20/3/2018), seorang whistleblower bernama Christopher Wylie, mengungkapkan kepada Observer The Guardian, bagaimana CA menggunakan informasi personal diambil tanpa izin pada awal 2014 untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS.
Hal ini dilakukan untuk menargetkan mereka dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi. CA sendiri merupakan perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Robert Mercer dan pada saat itu dipimpin oleh penasihat utama Trump, Steve Bannon.
"Kami mengekspolitasi Facebook dan "memanen" jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.
Dokumen yang dilihat Observer dan dikonfirmasi oleh pernyataan Facebook, menunjukkan bahwa perusahaan pada akhir 2015 mengetahui ada kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, Facebook saat itu gagal memperingatkan para pengguna, kemudian hanya melakukan sedikit upaya untuk memulihkan dan mengamankan informasi lebih dari 50 juta penggunanya.
Menurut laporan New York Times, salinan pengambilan data untuk CA masih bisa ditemukan di internet. Tim media tersebut, juga dilaporkan melihat beberapa data mentah.
Seluruh data dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh akademisi Aleksander Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Cambridge University.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â