Facebook Ungkap Alasan Hapus Akun Abu Janda

Facebook pun sebenarnya sudah memberikan penjelasan tentang alasan pihaknya menghapus page milik Permadi Arya.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 09 Feb 2019, 17:57 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2019, 17:57 WIB
Facebook
Ilustrasi Facebook (Foto: New Mobility)

Liputan6.com, Jakarta - Pemilik laman (page) Facebook Permadi Arya yang juga dikenal dengan nama lain Abu Janda melayangkan somasi Rp 1 triliun kepada pihak Facebook dan CEO Facebook Mark Zuckerberg.

Somasi ini dilayangkan karena Permadi Arya tidak terima, page-nya dihapus oleh pihak Facebook dan dianggap sebagai bagian dari kelompok penyebar hoaks, Saracen.

Hal ini seperti diumumkan Facebook lewat laman Newsroom-nya yang menyebut telah menghapus sejumlah page, akun, dan grup di Indonesia.

Facebook pun sebenarnya sudah memberikan penjelasan tentang alasan pihaknya menghapus page milik Permadi Arya.

Sebagaimana dikutip Tekno Liputan6.com dari laman Newsroom Facebook, Sabtu (9/2/2019), akun, page, grup Facebook, hingga akun Instagram itu dihapus lantaran terlibat perilaku tidak otentik yang terkoordinasi di Facebook Indonesia, bukan karena kontennya.

Akun maupun grup yang dihapus itu juga dianggap menyesatkan orang lain, tentang siapa mereka dan apa yang dilakukan. Facebook memang menyebut, semua page, akun, dan grup ini tertaut dengan sindikat online Saracen.

"Kami menghapus page, grup, dan akun berdasarkan tindakan dan aktivitas mereka di Facebook, bukan karena konten yang diunggah," kata Head of Cybersecurity Policy Facebook Nathaniel Gleicher seperti dikutip dari Newsroom Facebook.

Menurut Gleicher, dalam hal penghapusan akun ini, orang-orang di balik aktivitas saling terkait satu sama lain dan menggunakan akun palsu untuk mempresentasikan diri mereka sendiri.

"Itu adalah dasar dari tindakan kami (menghapus page, akun, dan grup)," kata Gleicher.

Secara total, Gleicher menyebut, Facebook menghapus 207 laman (page), 800 akun individual, dan 546 grup yang berkaitan dengan penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan konten meresahkan lainnya.

Dihapus Bukan Karena Kontennya, tetapi Perilakunya

Ilustrasi Facebook
Ilustrasi Facebook. Dok: theverge.com

Adapun upaya penutupan semua akun dilakukan berdasarkan dari perilaku (behaviour) akun, bukan konten yang diunggah akun tersebut.

“Secara umum, perilaku akun-akun ini tidak dapat dipercaya. Jadi kami menghapusnya karena memang perilaku mereka yang tidak otentik, dan melanggar kebijakan Facebook,” ujar Nathaniel Gleicher.

Menariknya, Gleicher juga mengungkap kalau masing-masing laman Facebook diperkirakan memiliki sekitar 170.000 orang pengikut. Bahkan, satu akun Instagram setidaknya mengantongi 65.000 pengikut.

Adapun beberapa page dan grup yang sudah dihapus Facebok, meliputi Permadi Arya (laman), Kata Warga (laman), Darknet ID (laman), Berita Hari Ini (grup), dan juga ac milan indo (grup).

“Maksud dari perilaku mereka ini adalah si pemilik akun yang ada di balik aktivitas ini, berkoordinasi satu sama lain dengan memakai akun palsu. Aktivitas mereka jelas tidak otentik,” kata Gleicher menegaskan.

Metode Facebook untuk Kenali Perilaku Tak Otentik

Facebook
Ilustrasi Facebook. (Foto: Fox News)

Dalam rangka menangkal konten hoaks dan ujaran kebencian, Facebook melakukan segala upaya, termasuk menghapus akun, laman, dan grup berperilaku provokatif. 

Raksasa media sosial asal Amerika Serikat (AS) ini memanfaatkan Coordinated Inauthentic Behavior (CIB) untuk mendeteksi perilaku meresahkan yang melanggar standar komunitas di platform-nya.

Disampaikan Head of Cybersecurity Policy Facebook Nathaniel Gleicher, sebelum menghapus page, akun, dan grup di Facebook telah lebih dahulu melakukan investigasi. 

“Ya, itu kembali lagi ke proses investigasi yang kami lakukan, tergantung situasinya. Ada yang beberapa bulan, beberapa minggu, beberapa hari, dan yang terakhir (Indonesia) kami butuh waktu sekitar enam bulan untuk investigasi,” kata dia. 

Langkah teknis yang dilakukan saat melakukan investigasi dan take down akun adalah memanfaatkan tim inti investigasi yang berasal dari sejumlah kalangan seperti ahli investigator, jurnalis, ahli produk Facebook, dan data scientist. Mereka menyelidiki keberadaan akun-akun berperilaku meresahkan.

Tak hanya di Indonesia, Facebook juga menerapkan CIB di Myanmar dan Filipina. Di mana, Facebook menggunakan open source untuk memahami perilaku dari akun yang diselidiki. 

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya