Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Telekomunikasi Sigit Puspito Wigati Jarot menyarankan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) untuk melakukan moratorium proyek yang tengah atau akan dikerjakannya di daerah Universal Service Obligation (USO).
Langkah itu perlu dilakukan guna merancang model bisnis yang ideal dalam penggelaran jaringan telekomunikasi di daerah yang dianggap tak layak secara bisnis.
Advertisement
Baca Juga
"Langkah yang tepat untuk BAKTI sekarang adalah berhenti sejenak (moratorium), lakukan koreksi kebijakan, dan tentukan langkah sebelum makin jauh berjalan ke arah yang salah dalam pemanfaatan dana USO," kata Sigit memberikan saran kepada BAKTI.
Menurut keterangannya, Rabu (18/12/2019), belakangan ini model bisnis yang dikembangkan BAKTI dalam menggelar jaringan di daerah USO terkesan melenceng dari tujuan adanya iuran dana atau program USO.
"Saya pikir USO itu untuk daerah yang orang lain tidak masuk atau enggak bakalan masuk. Jadi harusnya tidak menjadi saingan yang lain. Kalau sudah ada yang lain, berarti bukan daerah USO lagi," katanya menegaskan.
Skema BAKTI
Dalam skema yang diterapkan BAKTI, Sigit memberikan contoh, untuk penggelaran Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL), ada satu pihak yang dijamin untung.
Sementara itu, para penyelenggara jaringan dan penyedia telekomunikasi (operator) belum tentu untung membangun atau menyediakan jasa layanan di wilayah USO. Bahkan terus wajib memberikan iuran kontribusi USO untuk mendukung model Public Private Partnership (PPP).
"Menjamin tetap untung ini yang sepertinya kurang tepat. Disebut daerah USO itu karena secara ekonomi apalagi komersial tidak feasible. Jadi enggak untung, makanya diperlukan yang namanya subsidi," Sigit melanjutkan.
Ia menilai, kurang tepat kalau BAKTI mengejar keuntungan, apalagi kalau harus bersaing dengan yang memberikan subsidi.
"Saran saya, model-model bisnis yang harus untung itu dikoreksi, dikembalikan ke khittahnya USO," ujar Sigit memungkaskan.
Advertisement
Apa Itu Wilayah USO?
Seperti diketahui, dalam Undang-Undang No 36/9 tentang Telekomunikasi dinyatakan wilayah USO adalah wilayah yang secara ekonomis kurang menguntungkan. Maka dari itu, dibangun secara gotong royong dengan iuran dana 1,25 persen dari gross revenue semua penyelenggara telekomunikasi.
Dalam UU Telekomunikasi dinyatakan kontribusi USO dapat berbentuk penggelaran jaringan di wilayah USO selain kontribusi berbentuk dana sebesar 1,25 persen dari gross revenue.
BAKTI dipercaya sebagai pengelola dana USO dari sektor telekomunikasi. Dalam Nota Keuangan Tahun Anggaran 2019 yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, selama tahun 2018, BAKTI membukukan pendapatan sebesar Rp 2,989 triliun. Pada 2019, BAKTI dibebani meraih pendapatan sebesar Rp 3,16 triliun.
BAKTI menempati posisi nomor dua pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) terbesar dari sekitar 224 BLU yang ada di Indonesia.
(Isk/Ysl)