Pengamat: Menkominfo Harus Berani Evaluasi Proyek USO

Proyek USO dan BAKTI harus dievaluasi oleh Menkominfo Johnny G Plate.

oleh Iskandar diperbarui 16 Des 2019, 12:08 WIB
Diterbitkan 16 Des 2019, 12:08 WIB
Salah satu site BTS untuk jaringan telekomunikasi USO di Desa Purui, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
Salah satu site BTS untuk jaringan telekomunikasi USO di Desa Purui, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Foto: XL Axiata)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Telekomunikasi Herus Sutadi menilai proyek Universal Service Obligation (USO) yang dikerjakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) banyak yang tidak efisien dan menjadikan lembaga tersebut seolah-olah operator yang berkompetisi dengan pelaku usaha di lapangan.

Maka dari itu, ia meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk tidak alergi melakukan evaluasi terhadap proyek tersebut.

"Proyek USO dan BAKTI harus dievaluasi oleh Menkominfo Johnny G Plate. Apa sudah benar dan sesuai dengan amanah Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi," kata pria yang juga dikenal sebagai Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi itu.

Melalui keterangannya, Senin (16/12/2019), ia mengimbau Menkominfo jangan mendengar laporan dari bawahan saja.

"Menkominfo harus turun ke lapangan, mendengarkan pelaku usaha, agar tahu fakta yang terjadi di lapangan itu seperti apa," ucap Heru menegaskan.

 

Masyarakat Belum Sepenuhnya Menikmati Fasilitas Tol Langit?

Proyek Palapa Ring Mulai Beroperasi Akhir 2018
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, menyatakan Palapa Ring akan mulai beroperasi pada akhir 2018 (Foto: Ist)

Menurut Heru, sejak Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah nama menjadi BAKTI, terjadi pergeseran dalam menggelar jaringan telekomunikasi dengan penggunaan dana USO.

BAKTI seperti terfokus pada penyediaan infrastruktur secara parsial dalam kapasitas besar, namun dengan proses pengadaan yang tidak sesuai kaidah USO. Akibatnya, masyarakat belum bisa menikmati layanan telekomunikasi secara end-to-end.

"Jargon Tol Langit dengan Palapa Ring dan Satelit Indonesia Raya (SATRIA) yang didengungkan seperti obat mujarab untuk semua masalah penggelaran jaringan telekomunikasi di Indonesia. Padahal, keduanya itu hanya backbone, belum menyentuh backhaul dan last miles alias end to end," paparnya.

Heru berujar, utilisasi dari Palapa Ring yang ia dengar dari lapangan masih rendah, sehingga proyek yang dibuat BAKTI ini perlu diaudit ulang.

 

Berpotensi Rugikan Negara

Jaringan telekomunikasi proyek USO
Peresmian jaringan telekomunikasi proyek USO di salah satu site yang berada di Desa Purui, Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan (Foto: XL)

Heru mengingatkan USO adalah kewajiban penyediaan akses dan layanan kepada masyarakat di wilayah USO oleh para operator secara gotong royong, sementara program yang diusung BAKTI adalah menjual jaringan backbone kepada para operator untuk berbisnis di wilayah USO.

"Duit USO kan titipan operator, lalu yang punya duit sekarang seolah berkompetisi dengan tempat dia titipin duit. Kalau begini buat apa ada sumbangan USO," tukasnya.

Ditambahkannya, pembiaran program dari BAKTI yang tidak efektif dan efisien karena tidak sesuai dengan kaidah USO akan berpotensi menimbulkan sunk cost besar.

"Program BAKTI yang tidak efektif dan efisien akan membebani APBN, industri yang membayar iuran USO, dan merugikan negara," pungkasnya.

(Isk/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya