Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun terakhir, perusahaan besar di Indonesia seperti Astra International, BCA, Telkom, BRI, dan beberapa perusahaan swasta mulai berinvestasi di perusahaan startup. Jumlah investasinya pun tidak mencapai ratusan juta dolar.
Pendiri Nusantara Venture dan Bubu.com Shinta Witoyo Dhanuwardoyo mengatakan, selain melihat potensi sinergi startup dengan core bisnisnya, perusahaan berinvestasi karena mencari pertumbuhan pendapatan dari startup tersebut.
Advertisement
Baca Juga
“Mereka kan harus melakukan investasi di bidang teknologi. Sebab mereka semua memiliki banyak bisnis yang harus didigitalisasikan. Kalau Astra, Telkom atau BCA masuk ke dunia startup maka investasi yang dilakukan harus bisa mendukung usaha yang selama ini sudah mereka jalankan," kata Shinta.
Selain itu, perusahaan juga mencari sinergi dengan startup.
Shinta menilai, banyaknya investasi yang dikucurkan oleh perusahaan besar menjadi dukungan terhadap perusahaan startup, baik dari segi finansial maupun jaringan yang dimiliki.
Contohnya Telkom yang berinvestasi pada startup, di sini startup bisa berkesempatan memanfaatkan jaringan Telkom dan saling berkolaborasi. Shina menilai, kolaborasi dan sinergi antara perusahaan besar dengan startup ini dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Investasi di Tengah Pandemi Covid-19
Meski Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19, perusahaan besar tetap berinvestasi di startup. Menurut Shinta, gencarnya perusahaan besar nasional yang berinvestasi di startup dinilai merupakan tanda bahwa investasi di perusahaan rintisan digital di Indonesia masih sangat menjanjikan.
Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, banyak perusahaan baik besar atau kecil melakukan transformasi digital. Shina mengatakan, jika perusahaan tidak melakukan kolaborasi atau sinergi dengan startup, mereka akan ketinggalan.
“Justru saat ini perusahaan startup berbasis teknologi tak terkena dampak yang signifikan dari pandemi Covid-19. Dia hanya cukup memikirkan dan mengubah sedikit bisnis model yang sudah ada agar dapat menunjang dengan kondisi yang saat ini tengah terjadi," katanya.
Shinta juga menyebut, di masa pandemi startup memiliki kemampuan yang jauh lebih cepat merubah bisnis model ketimbang perusahaan konvensional.
Contohnya adalah startup yang dinaungi Nusantara Venture, Doogether. Startup yang menyediakan layanan booking tempat olahraga ini menyesuaikan bisnis ke arah kelas online karena tempat olahraga diharuskan untuk tutup.
Shinta menilai, startup harus mampu mengindentifikasi kebutuhan masyarakat di saat pandemi seperti saat ini.
Untuk dapat terus mempertahankan industry startup nasional, Shinta juga membuat platform startupindonesia.co.
Melalui aplikasi ini diharapkan dapat mempertemukan antara startup dengan angel investor atau venture capital.
Selain itu startupindonesia.co juga memberikan bantuan mentoring atau informasi kepada perusahaan rintisan digital.
Advertisement
Perusahaan Decacorn Bertahan Saat Pandemi
Sementara itu perusahaan yang sudah mencapai level decacorn dinilai Shinta masih akan mampu bertahan di saat pandemik seperti saat ini.
Hal ini karena model bisnis yang selama ini dijalani sudah terbukti, bahkan perluang bisnis perusahaan yang sudah level decacorn akan terus ada.
“Memang tidak semua industri positif di saat pandemik. Namun secara umum kalau perusahaan yang sudah level decacorn pasti sudah terbukti berhasil usahanya. Contohnya saja Grab dan Gojek. Dua perusahaan tersebut masih akan terus berkembang usahanya," katanya.
(Tin/Isk)