Liputan6.com, Jakarta - Sosok mantan CEO Binance Changpeng Zhao saat ini tengah menjadi sorotan. Alasannya, Changpeng Zhao tengah menghadapi gugatan hukum dari otoritas Amerika Serikat, karena melanggar aturan perdagangan dan derivatif.
Dalam gugatan yang dilayangkan, Binance dan Changpeng Zhao harus menghadapi tiga tuntutan pidana terkait undang-undang anti pencucian uang AS. Selain itu, Binance bersama Zhao juga dianggap telah melanggar Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional.
Baca Juga
Hal ini tentu mengangetkan publik, termasuk para pelaku bidang aset kripto. Alasannya, Zhao dikenal sebagai salah satu miliarder dan pendiri Binance yang saat ini merupakan platform pertukaran aset kripto terbesar di dunia.
Advertisement
Mengutip informasi dari berbagai sumber, Zhao diketahui mendirikan Binance pada 2017. Sejak saat itu, Binance pun berhasil meningkatkan perdagangan hariannya, bahkan menjadi salah satu bursa kripto terbesar berdasarkan volume perdagangan harian.
Kiprah Zhao di dunia teknologi memang cukup lama. Ia diketahui menempuh pendidikan di bidang ilmu komputer di McGill University. Montreal, Kanada.
Setelah lulus, Zhao bekerja di kontraktor untuk Bursa Efek Tokyo. Selanjutnya, ia bekerja selama empat tahun di Bloomberg Tradebook.
Zhao yang juga dikenal CZ kemudian melanjutkan kiprahnya ke New York, sebelum akhirnya pindah ke Shanghai, tempat dirinya mulai mengembangkan cryptocurrency dan mengembangkan Binance.
Sejak saat itu, ia dikenal memiliki mimpi besar untuk Binance. "Kami ingin mengambil alih seluruh pasar," tuturnya pada karyawan Binance di tahun pertama perusahaan berdiri, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (23/11/2023).
Zhao pun dikenal cukup gigih untuk mencapai tujuannya tersebut. Karenanya di tahun ini, ia mengatakan perusahaan hampir mencapai tujuan besar tersebut.
"Ide tentang startup berusia 5 tahun bisa dewasa dan beroperasi di tingkat yang sama dengan institusi finansial yang telah berusia 200 tahun sangat sulit dipahami. Namun, kita saat ini hampir bisa melakukannya," tulis Zhao di awal tahun ini.
Tidak hanya itu, ia juga menyebut kalau Binance telah mematuhi peraturan di seluruh dunia. Ia pun menyebut kalau perusahaan telah mengembangkan tim keamanan dan kepatuhan kripto yang terbaik.
Sosok Chanpeng Zhao dalam Memimpin Binance
Menurut sejumlah laporan, sejak awal pendirian, Zhao memang dikenal sebagai pemimpin yang mengendalikan operasional perusahaan hingga detail. Ia disebut sangat menjaga kerahasiaan perusahaan.
Banyak jabatan yang ada di posisi atas perusahaan disebut berasal dari lingkaran terdekatnya, terutama mereka yang pernah bekerja dan belajar di Tiongkok. Bahkan ketika Binance memperkerjakan lebih banyak orang dari bidang keuangan tradisioinal, Zhao tetap mengontrol secara ketat perusahaannya.
Kendati demikian, saat ini Zhao telah digugat otoritas AS karena menyalahi sejumlah regulasi. Akibat gugatan hukum ini, Zhao pun melepas jabatan CEO Binance dan setuju membayar denda USD 50 juta atau sektiar Rp 778 miliar.
Selain itu, Binance juga harus membayar denda sebesar USD 4,2 miliar atau sekitar Rp 65 triliun. Sementara soal kekayaan, Zhao diperkirakan memiliki sekitar lebih dari USD 15 miliar atau setara Rp 223,8 triliun, meski itu juga berflktuasi dengan valuasi perusahaannya, Binance.
Advertisement
Awal Mula Kasus CEO Binance Changpeng Zhao Terancam Hukuman AS
Sekadar informasi, SEC (Securities and Exchange Commission) AS pada Juni mengajukan pengaduan perdata terhadap Binance dan pendirinya, Zhao, menuduh mereka menciptakan Binance.US sebagai bagian dari jaringan penipuan untuk menghindari undang-undang sekuritas yang bertujuan melindungi investor AS.
Pada bulan sama, Binance US memberhentikan sekitar 50 karyawannya. Jaksa DOJ meminta perusahaan kripto tersebut pada Desember 2020 untuk memberikan catatan internal tentang upaya anti pencucian uangnya, bersama dengan komunikasi melibatkan Zhao, mendirikan perusahaan tersebut pada 2017.
CFTC pada Maret 2023 mengajukan tuntutan perdata terhadap Binance, dengan tuduhan gagal menerapkan program anti pencucian uang yang efektif untuk mendeteksi dan mencegah pendanaan teroris.
Tuduhan pada Binance
Mengutip komunikasi internal, CFTC menuduh petugas dan karyawan Binance mengakui platform tersebut telah memfasilitasi aktivitas yang berpotensi ilegal.
Kemudian pada Februari 2019, mantan Chief Compliance Officer Binance, Lim, menerima informasi tentang transaksi kelompok militan Palestina Hamas di Binance, tulis CFTC.
Binance juga telah melihat sejumlah eksekutif keluar baru-baru ini. Kepala produk globalnya, Mayur Kamat, mengundurkan diri pada September dan kepala strateginya, Patrick Hillmann, mengundurkan diri pada Juli.
Raksasa kripto dan industri pada umumnya telah berada di bawah pengawasan yang lebih ketat dari regulator setelah jatuhnya saingan utama Binance, FTX, pada November tahun lalu.
(Dam)
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement