Rupiah Perkasa, Chatib Basri Belum Mau Berpuas Diri

"Terpenting jangan puas diri, jangan anggap situasi sudah beres dan kebijakan pengetatan harus berhenti," kata Menkeu Chatib Basri.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Feb 2014, 20:40 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2014, 20:40 WIB
chatib-basri-merenung-130903b.jpg

Liputan6.com, Jakarta Surplus neraca perdagangan dan menyempitnya defisit neraca transaksi berjalan terus membawa nilai tukar rupiah merangkak naik. Peluang kenaikan nilai tukar rupiah semakin terbuka seiring proyeksi pertumbuhan ekonomi di level 6% pada 2014 karena adanya gelaran Pemilihan Umum (Pemilu).

"Kalau 6% bisalah, kami usahakan. Tahun lalu saja dengan kondisi defisit neraca transaksi berjalan yang lebih buruk bisa tumbuh 5,8%, apalagi sekarang ada Pemilu. Tapi kita tetap hati-hati dengan neraca perdagangan," ujar Menteri Keuangan, Chatib Basri, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/2/2014).

Chatib mengakui pemerintah memang tetap harus mewaspadai kemungkinan defisit neraca perdagangan yang berpotensi membengkak di periode Januari. Walaupun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang mulai sedikit membaik.

Kurs rupiah sore ini ditutup di level Rp 11.665 per dolar AS, melemah 0,14% dan 16 poin dari pembukaan perdagangan pagi tadi yang bertengger di level Rp 11.648 per dolar AS.

"Rupiah di kisaran Rp 11.600 per dolar AS tidak boleh complacent (puas). Soalnya biasanya di Januari ekspornya melemah karena baru awal tahun, perusahaan baru mulai (ekspor). Jadi bisa defisit atau surplus, dan kalaupun suplus paling kecil dan bersifat sementara," tambah dia.

Surplus neraca perdagangan di Januari diperkirakan mencapai US$ 70 juta. Kondisi ini berarti membuka peluang defisit masih bisa terjadi jika Indonesia cepat berpuas diri.

"Jangan sampai pasar kaget karena situasinya sudah baik. Terpenting jangan puas diri, jangan anggap situasi sudah beres dan kebijakan pengetatan harus berhenti. Karena kita baru sedikit sembuh dari sakit terus mau langsung lari, harus pelan-pelan tunggu sampai defisit transaksi berjalan di kisaran 2,5%," terangnya.

Sementara untuk defisit transaksi berjalan di 2015, dia bilang, diperkirakan sebesar 2% karena Indonesia sudah mampu ekspansi dari sisi ekspor ketimbang impor. Kondisi ini didorong dari pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara. Sehingga Chatib memproyeksikan ekonomi Indonesia dapat bertumbuh 6,1% di 2015.(Fik/Shd)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya