Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bakal mencabut tarif listrik untuk enam golongan pelanggan rumah tangga dan listrik pada tahun ini. Setelah subsidi dicabut, rencananya pemerintah berencana menerapkan tarif progresif seperti harga pertamax untuk enam golongan tersebut.
Hal ini bertujuan agar golongan pelanggan tersebut tarifnya tidak disubsidi lagi ketika ada kenaikan kurs dolar Amerika Serikat (AS), harga minyak dan inflasi. Pasalnya, tarif listrik progresif akan mengikuti tiga unsur tersebut. Namun untuk menerapkannya, pemerintah harus mendapat restu dari wakil rakyat di DPR.
"Kami harapkan begitu supaya golongan ini kalau nanti terjadi gejolak kurs tidak masuk subsidi lagi," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman seperti yang dikutip di Jakarta, Senin (30/6/2014).
Namun menurut Jarman, untuk menerapkan tarif tersebut, pemerintah harus mendapat restu dari DPR. Pasalnya, hal ini sudah tertuang dalam pasal 34 Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
"Untuk penerapan itu harus lapor DPR, kan setiap kali ada kebijakan tentang tarif sesuai UU kelistrikan harus ada persetujuan DPR," paparnya.
Jarman menambahkan, sebelum tarif yang berpatok pada harga minyak dan kurs tersebut diterapkan. Terlebih dahulu dilakukan kajian oleh pihak independen.
"Maka perlu dilakukan dahulu kajian tentang hal tersebut oleh pihak independen," tutupnya.
Kebijakan ini sebenarnya sudah diterapkan pemerintah. Mulai 1 Mei lalu, pemerintah menerapkan tarif listrik tidak tetap atau tarif progresif kepada empat golongan pelanggan yang sudah dicabut subsidinya tahun lalu.
Empat golongan tersebut adalah, rumah tangga besar R-3 daya 6.600 voltampere (VA) ke atas, bisnis menengah B-2 daya 6.000 VA sampai 200 kilovoltampere (kVA), bisnis besar B-3 daya di atas 200 kVA dan kantor pemerintahan sedang P-1 daya 6.600 va sampai 200 kVA. (Pew/Ndw)