Pemerintah Diminta Membantu Pembebasan Lahan PLTU Batang

Pembebasan lahan menjadi masalah dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Jul 2014, 19:10 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2014, 19:10 WIB
PLTU Batang Tidak Bisa Diganti dengan PLTGU
Jika proyek ini tidak juga terlaksana, maka dikhawatirkan akan menganggu pasokan listrik di Pulau Jawa.

Liputan6.com, Jakarta - Pembebasan lahan menjadi masalah dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Salah satu contoh, pada pembebasan lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang Jawa Tengah.

Menurut Mantan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim, hal tersebut harus segera diatasi pemerintah, baik pusat dan daerah dengan memudahkan proses pembebasan lahan.

"Pemerintah membantu menyelesaikan sehingga mendapat tanah, pemerintah mengamankan (pembebasan lahan) agar dapat listrik, baik pusat atau bupati," kata dia seperti dikutip di Jakarta, Rabu (9/7/2014).

Herman mengaku saat dirinya menjabat sebagai Direktur PT PLN (Persero), pernah menganjurkan agar tanah yang akan dibangun untuk infrastruktur kelistrikan harus dibebaskan terlebih dahulu oleh PLN.

Itu karena permasalahan pembebasan lahan merupakan kesalahan sejak dahulu. Seharusnya pemerintah menetapkan tanah yang tidak dihuni sebagai hak pakai, jadi bisa dengan mudah pemerintah membebaskan tanah.

"Mungkin dari dulu salah, yang rumah saja jadi hak milik, di luar itu hak pakai, pemerintah saja yang bisa mengambil. Harga yang menentukan pemerintah. Cuma harus keluar aturan agar tidak terjadi pelanggaran ham bagaimana cara mengambilnya," pungkas dia.

Seperti diketahui, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), kontraktor pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang Jawa Tengah menyatakan melalukan penundaan pembangunan PLTU berkapasitas 2X1000 Mw tersebut.

Dalam siaran pers yang diterima, di Jakarta, Senin (7/7/2014). Perusahaan yang 34 persen sahamnya dimiliki PT Adaro Power (Adaro) mengumumkan penundaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah setelah hari Jumat minggu lalu Perseroan mengirimkan surat kepada pemangku kepentingan terkait khususnya PLN dan kepada kontraktor EPC.

Dalam suratnya, BPI menyatakan terpaksa mengumumkan keadaan kahar (force majeure) dikarenakan sebagian kecil pemilik lahan yang tersisa tetap bersikeras dan secara tidak masuk akal menolak menjual lahannya tanpa alasan yang jelas dan wajar. (Pew/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya