Liputan6.com, New York - Harga minyak berjangka jatuh dari level tertinggi 2015 pada perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), namun secara mingguan minyak Brent tercatat naik 9,6 persen merupakan yang terbesar dalam lebih dari lima tahun karena gejolak di Timur Tengah dan tanda-tanda peningkatan produksi di AS yang menekan harga lebih rendah.
Minyak mentah Amerika Serikat (AS) jenis West Texas Intermediate juga anjlok dari puncak harga 2015 yang tinggi, tetapi mencatat kenaikan mingguan lima minggu berturut-turut sebesar 7,9 persen adalah yang terbesar sejak melonjak 13,5 persen pada 25 Februari 2011.
Dilansir dari Reuters, Sabtu (18/4/2015), harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni 2015 turun US$ 53 sen menjadi US$ 63,45 per barel, setelah berayun dari US$ 62,95 ke US$ 64,5 setelah mencapai level tertinggi 2015 sektiar US$ 64,95 per barel.
Begitupula harga WTI untuk pengiriman Mei tercatat turun US$ 97 sen menjadi US$ 55,74 per barel, setelah sebelumnya berada di puncak 2015 sekitar US$ 57,42 per barel
Konflik meningkat Yaman memicu penguatan harga, unit militer yang melindungi ladang minyak Masila mundur.
Mungkin Yaman bukanlah produsen minyak utama, tapi konflik tersebut tmenimbulkan kekhawatiran tentang risiko gangguan pasokan dari eksportir utama di wilayah ini, khususnya Arab Saudi.
Harga minyak menguat pada Rabu merespons data yang menunjukkan stok minyak AS terkecil sejak 2 Januari Itu menyusul laporan dari produksi AS.
Kerugian minyak awalnya terkupas data Baker Hughes menunjukkan jumlah rig pengeboran minyak di AS jatuh untuk rekor ke-19, meskipun minggu ini jumlah penurunan rig lebih rendah dari pekan lalu yaitu sebesar 26 rig, dari sebelumnya 42 pengurangan rig pada pekan lalu. (Ndw)