Bagaimana Pertumbuhan China Melambat Tekan Ekonomi Global?

Ekonomi China melambat tak hanya mempengaruhi komoditas tetapi juga permintaan konsumen global dan keuntungan perusahaan multinasional.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Sep 2015, 10:45 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2015, 10:45 WIB
Ekonomi China
Foto: npr.org

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham China jatuh telah menyeret bursa saham global ke zona merah. Kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi China telah mempengaruhi seluruh dunia. Apa lagi sejak krisis keuangan global 2008, China telah hadir sebagai salah satu mesin pertumbuhan dunia.

Berdasarkan IMF, China telah berkontribusi banyak terhadap pertumbuhan ekonomi dunia seperti Amerika Serikat (AS) dalam lebih dari satu dekade. Bahkan lebih dari ekonomi dunia sejak krisis keuangan tahun 2008.

China akan menghasilkan sekitar dua kali lipat kontribusi untuk produksi dunia hingga akhir dekade ini. Bersama-sama Amerika Serikat (AS) dan China diharapkan dapat menghasilkan produksi global.

Sebelum China mengintegrasikan ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) adalah mesin terbesar dan satu-satunya dari pertumbuhan global karena menyumbang hampir seperempat dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.

Jadi pertumbuhan ekonomi cepat begitu cepat, berdasarkan perhitungan akuntasi hanya dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia pada 1995 menjadi sekitar 15 persen sekarang. Hal ini membantu ekonomi dunia tumbuh begitu cepat pada 2000.

Ekonomi China kini melambat. Dari tingkat hampir 10 persen dalam tiga dekade sejak masa reformasi yang dimulai pada 1979, kini ekonomi China melambat sekitar tujuh persen atau lebih. Ekonomi global pun akan tertekan akibat permintaan melambat tak hanya komoditas, tetapi juga barang konsumsi termasuk barang mewah.

Saat ini China sedang menyeimbangkan ekonominya dengan menggenjot ekonomi domestik dari investasi. Jasa akan menjadi pendorong lebih penting dari pertumbuhan manufaktur. Akibatnya, perlambatan ekonomi China tidak hanya mempengaruhi komoditas dan barang modal tetapi juga permintaan konsumen global dan keuntungan perusahaan multinasional AS dan Eropa.

Berikut ini rincian yang paling terpengaruhi akibat ekonomi melambat seperti disampaikan Profesor Ekonomi Universitas Oxford Linda Yueh yang dikutip dari laman The Conversation, Senin (14/9/2015):

1. Eksportir Komoditas

Negara paling terpengaruh oleh perlambatan ekonomi China mungkin bagi mereka yang mengekspor terbesar ke China terutama eksportir komoditas seperti Australia. Permintaan China menurun untuk bahan mentah dan komoditas akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi negara eksportir komoditas tersebut.

Bagi Australia, China menyumbang sekitar sepertiga dari seluruh ekspornya. Demikian juga negara sub-sahara Afrika, China juga merupakan mitra dagang terbesar. Tetapi ada sejumlah dampak negara yang akan terkonsentrasi antara lain Angola, Kongo, Guinea, Republik Demokraktik Kongo, dan Afrika Selatan.

Selain itu, China juga telah melampaui AS sebagai mitra dagang paling penting untuk Amerika Latin. Ekspor Amerika Latin ke China telah naik menjadi dua persen dari produk domestik bruto (PDB) wilayah.

Seiring pertumbuhan China melambat, impor pun telah jatuh sebesar delapan persen dari tahun lalu seperti yang terlihat dalam data Juli 2015. Sebelumnya impor juga turun sebesar enam persen pada Juni.

Ekonomi China melambat berdampak terhadap harga komoditas yang tertekan. Ini  juga menyebabkan puluhan ribu pegawai kehilangan pekerjaan terutama perusahaan minyak dan batu bara.

2. Eropa

Tak hanya komoditas menurun, impor barang modal juga telah jatuh sehingga mempengaruhi negara-negara seperti Jerman. Ekspor Jerman ke China mencapai sekitar dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Jerman sendiri menyumbang sebagian besar ekspor Uni Eropa ke China sehingga negara terbesar di Eropa juga akan merasakan dampanya.Uni Eropa memang termasuk mitra dagang terbesar China kedua setelah Amerika Serikat. Jadi perlambatan ekonomi di China akan mempengaruhi Eropa yang juga dirasakan perusahaan seperti Burberry dan BMW. Apa lagi penjualan perusahaan tersebut melambat di China.

3. Amerika Serikat

Ekspor dari Amerika Serikat (AS) ke China sebaliknya adalah kurang satu persen dari PDB. Ini berlawanan dengan Jepang yang ekspornya mencapai tiga persen dari PDB. Tapi itu tidak berarti kalau perusahaan multinasional AS akan terpengaruh. Misalnya, Apple. Penjualan Apple ke China lebih besar dari pada AS. Padahal manajemen Apple telah meyakinkan pasar kalau perlambatan China tidak akan berpengaruh negatif terhadap bisnisnya.

4. Pasar Keuangan

Akhirnya perlambatan China paling tampak terlihat di pasar keuangan. Pasar saham China sebagian besar tertutup untuk investor luar sehingga tidak memiliki dampak langsung untuk investor global.

Namun, indeks saham Inggris FTSE akan paling terasa dengan perlambatan ekonomi China. Hal itu lantaran indeks saham terdapat sebagian besar saham komoditas, dan perusahaan multinasional.

Tak heran bursa saham Inggris menjadi terburuk dalam satu hari sejak krisis keuangan 2008 saat pasar saham China jatuh.Tak diragukan lagi kalau perekonomian negara terbesar kedua di dunia untuk menjadi negara berpenghasilan menengah yang tidak sepenuhnya berbasis pasar. Mengingat pentingnya China untuk ekonomi dunia, saatnya membiasakan diri untuk memantau China serta AS apa lagi naik turunnya ekonomi kedua negara tersebut. (Ahm/Igw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya