Liputan6.com, Jakarta - Setelah melalui proses panjang sejak awal tahun ini hingga sempat menghadapi penyanderaan akhirnya Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2016 disahkan menjadi UU APBN 2016 pada pembicaraan tingkat II Sidang Paripurna.
Pimpinan Sidang Paripurna sekaligus Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan mengatakan, sebanyak 10 fraksi telah menentukan sikap terakhir dalam Pembicaraan Tingkat II. Dari 10 fraksi, sebanyak 9 fraksi menerima dan memutuskan disahkannya RUU APBN menjadi UU APBN 2016. Sedangkan 1 fraksi dari Gerindra menyatakan meminta waktu dan penjelasan dari pemerintah untuk menyepakati hal tersebut.
9 fraksi yang menerima pengesahan RUU APBN 2016 menjadi APBN antara lain, Fraksi PDIP, Golkar, Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasdem dan Partai Hanura.
"Kami akan sampaikan draft dari hasil lobi seluruh pimpinan fraksi dan pimpinan yang dikoordinasikan dengan pemerintah," ucapnya.
Draft hasil kesimpulan tersebut antara lain :
1. DPR RI dapat menyetujui tentang RUU APBN 2016 untuk disahkan UU APBN 2016. Bahwa dengan seluruh catatan fraksi jadi bagian utuh dan tak terpisahkan dalam UU ini yang wajib dilaksanakan pemerintah
2. Mengenai PMN dikembalikan lagi kepada komisi terkait untuk dibahas dalam APBN-P 2016.
"Draft ini bisa disetujui sebagai sebuah kesimpulan. Dan ini dapat disetujui sebagai sebuah kesimpulan," tegas Taufik saat mengesahkan RUU APBN menjadi UU APBN 2016.
Sementara itu, Fraksi Gerindra yang sebelumnya menolak RUU APBN 2016 akhirnya ikut menyetujui disahkan menjadi UU APBN dengan harapan pemerintah Jokowi dapat melaksanakan amanat rakyat ini dengan sebaik-baiknya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, pembahasan RUU APBN diikuti sesuai jadwal dalam Undang-undang Keuangan Negara. Hal Ini tidak terlepas dari dukungan seluruh anggota DPR.
"APBN diarahkan untuk menstimulus ekonomi. Kebijakan utama tahun depan, diantaranya mengarahkan subsidi tepat sasaran, menjalankan program infrastruktur, pengurangan kesenjangan, pemenuhan anggaran kesehatan, peningkatan kesejahteraan nasional, dan sebagainya.
Kesepakatan ini bukanlah tanpa lika liku. Partai oposisi pemerintah, fraksi Gerindra sejak satu hari menjelang sampai pelaksanaan Sidang Paripurna berusaha menjegal dan menyandera RAPBN 2016 menjadi UU APBN 2016. Dalam penyampaian laporan hasil pembahasan RAPBN 2016 di Sidang Paripurna, Fraksi Gerindra masih menolak APBN pertama yang murni disusun pemerintah Joko Widodo (Jokowi).
Fraksi di bawah kepemimpinan Prabowo atau rival Jokowi dalam bursa calon presiden 2014-2019 ini menolak secara tegas Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2016 kepada BUMN. Fraksi Gerindra berpandangan BUMN hakekatnya mampu menjadi agen pembangunan untuk menggerakkan ekonomi nasional dan memberi kontribusi terhadap pendapatan negara, bukan malah membebani APBN.
Fraksi Gerindra berpendapat PMN ini sebaiknya dialokasikan pada hal-hal yang langsung pro rakyat, antara lain peningkatan alokasi dana desa, infrastruktur pertanian yang menjaga kedaulatan pangan dan penanggulangan kebakaran hutan dan pelestarian lahan gambut.
Dari hasil pembahasan disetujui indikator asumsi makro, penerimaan dan pembiayaan tahun depan, antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen
2. Inflasi 4,7 persen
3. Tingkat bunga SPN rata-rata 5,5 persen
4. ICP US$ 50 per barel
5. Nilai tukar Rp 13.900 per dolar AS
6. Lifting minyak 830 ribu barel per hari
7. Lifting gas bumi 1.155 ribu barel setara minyak per hari
8. Pengangguran 5,2-5,5 persen
9. Angka Kemiskinan 9,0-10,0 persen
10.Gini rasio 0,39
11. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 70,1
12. Pendapatan negara dan hibah Rp 1.822,54 triliun
13. Penerimaan dalam negeri Rp 1.820,51 triliun
14. Penerimaan perpajakan Rp 1.546,66 triliun
15. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 273,85 triliun
16. Belanja negara Rp 2.095,72 triliun
17. Belanja pemerintah pusat Rp 1.325,55 triliun
18. Transfer ke daerah dan dana desa Rp 770,17 triliun
19. Defisit anggaran 2,15 persen dari Product Domestik Bruto (PDB) atau Rp 273,18 triliun
(Fik/Ndw)