Pengunduran Diri Sigit Priadi, Pertama di Sejarah Perpajakan RI

Pengamat perpajakan UI Ruston Tambunan menuturkan, target penerimaan pajak selalu gagal tercapai kecuali pada 2008.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Des 2015, 14:24 WIB
Diterbitkan 03 Des 2015, 14:24 WIB
20151116- Dirjen Pajak Dipanggil Pansus Pelindo II- Sigit Priadi Pramudito-Jakarta-Johan Tallo-
Dirjen Pajak, Sigit Priadi Pramudito (tengah) menghadiri rapat dengan Pansus Pelindo II DPR RI, Jakarta, Senin (16/11/2015). Pansus Pelindo II kembali memanggil pihak-pihak yang diduga berkaitan dengan pengadaan mobile crane. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengunduran diri Sigit Priadi Pramudito sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan banjir apresiasi dari sejumlah pihak, termasuk pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia (UI), Ruston Tambunan. Ia mengungkapkan, mundurnya Sigit merupakan yang pertama dalam sejarah perpajakan di Indonesia.

Ruston mengatakan, seorang Dirjen Pajak pasti mendapat tekanan dari pihak internal maupun eksternal untuk mengejar penerimaan pajak seperti yang sudah ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sama halnya dengan yang dialami Sigit Priadi.

"Tapi beliau melamar jadi Dirjen Pajak karena dirasa tidak akan mencapai target, dia mundur secara gentlemen. Jadi karena tidak bisa merealisasikan janjinya, dia pilih mundur. Soal tekanan sana sini pasti ada," ujar Ruston saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (3/12/2015).

Ia mengklaim, pengunduran diri Sigit Priadi sebagai Dirjen Pajak belum pernah terjadi dalam sejarah perpajakan di Indonesia sejak 1945 sampai kini.

Dari zaman Kepala Djawatan Padjak Abdul Mukti, Soerjono Sastrokoesoemo, Santoso Brotodihardjo, hingga berganti nama menjadi Dirjen Pajak Soeyoedno Brotodihardjo, Salamun, Mar'ie Muhammad, Fuad Bawazier, Darmin Nasution, Hadi Purnomo dan terakhir Fuad Rahmany.

"Dirjen Pajak sebelumnya tidak ada yang pernah mundur, paling satu orang pensiun. Nah ini pertama kali dalam sejarah di Indonesia ada Dirjen Pajak yang mengundurkan diri, meskipun kalau bicara soal tanggung jawab bukan hanya Pak Sigit dalam hal pajak," ucap Ruston.

Dirinya mengaku, selama ini target penerimaan pajak selalu gagal tercapai, kecuali pada 2008 saat kepemimpinan Darmin Nasution sebagai Dirjen Pajak. Saat setoran pajak mengalami kekurangan (shortfall) alias gagal tercapai. Korban dari kondisi ini adalah mengerem atau menahan pembangunan maupun belanja produktif.

"Dulu penerimaan pajak tidak tercapai ya risikonya pembangunan jembatan direm. Jadi kesannya tidak apa-apa target tidak tercapai. Dirjen Pajak pun tidak merasa ditekan. Tapi sekarang Pak Jokowi progresif sekali karena dia sudah janji kepada rakyatnya," jelas Ruston.

Jawaban senada juga disampaikan Mantan Dirjen Pajak Fuad Bawazier. Dihubungi terpisah, Fuad mengaku, Sigit Priadi melayangkan pengunduran diri murni karena alasan tidak mampu memenuhi target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.294,25 triliun.

"Setahu saya memang beliau mau sendiri mengundurkan diri, karena target tidak tercapai. Ini pertama kali juga dalam sejarah kekurangan pajak sampai besar sekali. Dia ikut lelang jabatan, merasa tidak sanggup, lalu konsekuensinya mundur," tegas Fuad.

Fuad berharap, sikap Sigit Priadi dapat diikuti pejabat negara lain yang tak sanggup merealisasikan target yang sudah ditetapkan Presiden Joko Widodo. "Kultur orang Jepang, Korea Selatan begitu, kalau tidak mampu, mundur. Jadi harusnya sikap Sigit diikuti pejabat lain yang memang ndablek," pungkas Fuad. (Fik/Ahm)*

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya