Liputan6.com, Jakarta - Rencana kedatangan daging India dan negara lainnya yang belum dinyatakan bebas penyakit mulut kuku (PMK), mendapat hadangan dari peternak dalam negeri.
Mereka menolak dan meminta pemerintah mengurungkan niat untuk menerapkan aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 Tahun 2016 mengenai pemasukan ternak berdasarkan zona dalam satu negara.
“Ini (PP) imbas dan efeknya luar biasa, baik psikologis maupun ekonomi, kita bangun ternak di lapangan itu sulitnya luar biasa, harus hancur gara-gara itu, jelas kami menolak,” ujar llham Akhmadi peternak asal Jogjakarta yang juga CEO and Founder Bhumi Andhini farm and Education dalam keterangannya, Kamis (17/3/2016).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Ilham, rencana masuknya daging ternak dari India dan negara lainnya sebagai konsekuensi penerapan PP zona base oleh pemerintah, sangat beresiko tergusurnya nasib peternak lokal.
Selain harga yang sangat murah, daging yang mereka jual belum dinyatakan bebas penyakit mulut dan kuku (PMK). “Arahnya ini mau ke mana, konsistensi kebijakan pemerintah sangat tidak jelas, saya menolak ini (PP zone Based) karena hanya sifatnya pemadam kebakaran sesaat,” kata dia.
Kondisi serupa dikeluhkan Sarjono, peternak Lampung Tengah. Menurutnya rencana pemerintah membuka selebar-lebarnya daging asal India sebagai konsekuensi penerapan aturan itu bakal memukul nasib kelompok ternak yang selama ini dibina.
Dengan aturan itu, pola kemiteraan yang ia kelola dengan perusahaan inti lokal bakal terganggu sehingga berpotensi mengancam pendapatan mereka. “Mohon kaji ulang kebijakan itu sebab dampaknya akan terasa langsung buat kami,” pinta dia.
Sementara itu, Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo menyampaikan, untuk meminimalkan persoalan daging di kemudian hari, pemerintah diminta fokus menentukan arah kebijakannya apakah rencana swasembada pemerintah fokus terhadap daging atau sapi. “Kalau swasembada daging perbanyak bakalan, kalau swasembada sapi harus masuk breeding dan populasi,” ujarnya.
Selain itu, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia Asnawi menilai penerapan PP zone based harus melihat jenis segmentasi daging dan kebutuhan pasar dalam negeri.
“Saya prediksi saat masuk ramadan harga timbang karkas bisa mencapai Rp 89-93 ribu, dengan harga itu maka harga jual ke konsumen konotasinya bisa mencapai Rp 140-160 ribu per kilogram,” ungkapnya. (Yas/Zul))