Bank Indonesia Bantah Website Diserang Hacker

Namun, BI mengakui setiap hari website-nya menjadi incaran hacker.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 23 Jun 2016, 09:35 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2016, 09:35 WIB
Bank Indonesia Bantah Website Diserang Hacker
Namun, BI mengakui setiap hari website-nya menjadi incaran hacker.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) membantah pernyataan dari Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang menyatakan sistem website yang dimiliki BI diserang oleh peretas (hacker).

Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas mengungkapkan memang setiap hari sistem website BI selalu menjadi sasaran para peretas baik dengan cara melalui virus atau upaya-upaya hacking.

"Namun demikian, tidak ada serangan yang sifatnya masif. Sama sekali tidak ada kerusakan terhadap sistem (SI) di BI. Kami beroperasi secara normal, bahkan tidak menggunakan fasilitas back up kami,"‎ kata Ronald saat dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (23/6/2016).

 

Namun demikian, BI lebih menanggapi isu tersebut secara positif dengan terus meningkatkan keamanan sistem yang dimiliki demi menangkal percobaan peretasan yang semakin waktu semakin canggih.

"Keamanan SI terus kami terapkan dan tingkatkan sehari-hari. Jadi perlu ditegaskan bahwa tidak ada serangan secara masif terhadap SI di BI, apa lagi sampai menimbulkan kerusakan atau kerugian," tegasnya.

Sebelumnya dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan BPPT, situs milik Bank Indonesia dan Bank of Korea (Bank Sentral Korea Selatan) telah diserang hacker.  

Serangan ini menurut berbagai media diduga berkaitan dengan aktivitas kelompok hacker Anonymous, yang bulan lalu mengatakan bakal menargetkan bank di seluruh dunia.

Dikutip dari laman Reuters, Rabu (22/6/2016), tidak ada kerugian atau uang yang dicuri dalam serangan model DDoS (Distributed Denial of Service) ini.

Menanggapi hal tersebut BPPT melalui Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM BPPT), Hammam Riza  menyebut agar infrastruktur kritis seperti Bank Indonesia harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi, mampu menahan bahaya dan cepat pulih jika mengalami serangan yang sifatnya merusak.

“Dunia siber Indonesia dalam kondisi sudah darurat untuk diterapkannya teknologi keamanan siber (cybersecurity, red). Perlu penguatan terhadap keamanan infrastruktur informasi kritis, seperti serangan ke Bank Indonesia ini,” tegas Hammam.

Lebih lanjut Hammam menuturkan, dalam sepekan ini ancaman hacker  terjadi di beberapa kementerian dan lembaga pemerintah di Indonesia.

“Coba bayangkan dlm 1 minggu lalu serangan hacker terjadi pada; Kementerian Keuangan 4 hari mati. Kemudian Server Diknas DKI terkait penerimaan siswa SMA, selanjutnya Mabes TNI, 5 hari mati hingga hari ini belum siuman. Lalu LPDP 5 hari terkapar kemarin sudah siuman. Terakhir adalah BI yang kemarin terkapar dan belum siuman,” jelasnya.

Hammam lantas mengingatkan, situs yang sudah siuman tetap harus di periksa karena tidak mustahil malware-nya masih hidup dan perlu di analisa lanjut terhadap sistemnya untuk mematikan malware-nya. Karena ditakutkan malware tersebut bisa menjelma menjadi 'botnet'  atau malware spying, kemudian menjadi Ransomeware.

Oleh karena itu, menurutnya kebutuhan akan adanya Critical Infratsructure Protection Plan untuk menghadapi serangan siber merupakan suatu kewajiban yang harus  dimiliki, baik pada tingkat negara ataupun spesifik pada berbagai sektor strategis untuk dapat menjamin kelangsungan negara.

“Inilah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh lintas Kementerian dan Lembaga mulai dari Polhukam, Kominfo, Lemsaneg, BPPT dan stakeholder terkait  mempersiapkan CIIP. Perlu integrasi yang menyeluruh dengan sistem kesiapsiagaan nasional yang meliputi pencegahan, perlindungan, mitigasi, respons, dan pemulihan,” rincinya. (Yas/Ndw)

BI Beri Stimulus untuk Industri Keuangan Syariah

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya