Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengakui bakal terjadi kesenjangan yang signifikan antara devisa dan data ekspor nasional saat Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) berlangsung.
Itu karena selama ini banyak devisa masyarakat Indonesia tersimpan di negara lain. Terlebih, Indonesia menganut sistem devisa bebas. Artinya, tidak ada kewajiban jika masyarakat mesti menyimpan devisa di Indonesia.
"Akan ada gap yang cukup besar antara data ekspor Indonesia yang hanya sekedar berbasis kepada laporan pengiriman, pengapalan, dengan uang devisa yang benar-benar beredar di Indonesia," kata Menkeu di Ritz Carlton Jakarta, Selasa (26/7/2016).
Dia menyebutkan, cadangan devisa nasional saat ini mencapai sekitar US$ 109 miliar. Hal tersebut tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya karena Indonesia merupakan negara eksportir.
Advertisement
Baca Juga
"‎Indonesia sebenarnya sudah banyak devisanya. Tapi karena cadangan devisa kalau nggak salah US$ 109 miliar, sangat tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara eksportir," jelas dia.
Bambang menerangkan, seharusnya cadangan devisa lebih besar dari US$ 109 miliar.Dalam beberapa tahun terakhir ekspor Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan.
‎Sejak orde baru Indonesia telah menjadi salah satu eksportir minyak terbesar. Setelah minyak, negara ini mengalami lonjakan pada ekspor kayu.
"Setelah kayu ada barang-barang manufaktur garmen, tekstil, elektronik di periode 1990-an. Sesudah itu masuk periode batu bara, dan sawit, barang tambang," ujar dia.
Bambang mengatakan, dengan pemberlakuan tax amnesty maka terjadi repatriasi besar-besaran. Maka, hal tersebut membuat devisa semakin banyak.
"Karena tax amnesty yang sudah kita luncurkan undang-undangnya sebelum Lebaran kemarin adalah instrumen untuk mendorong repatriasi. Instrumen sebagai insentif untuk mendorong orang mau membawa modalnya kembali ke Indonesia. Karena undang-undang kita kan, yang namanya uangnya atau devisa itu bebas dibawa keluar," tandas dia.