Pengembang Minta Uang Muka KPR Turun Lebih Besar

BI telah menerbitkan ketentuan down payment (DP) rumah atau uang muka.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Sep 2016, 11:36 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 11:36 WIB
Inilah Daftar Rumah Murah di Bogor dengan DP 10%
Mencari hunian kelas menengah bawah dengan DP 10% sebenarnya bukan perkara sulit.

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan batas minimal uang muka untuk kepemilikan rumah pertama mendapat sambutan baik dari pengembang. Namun penurunan tersebut dinilai masih kurang besar mengingat masih ada ruang pelonggaran rasio loan to value (LTV) yang masih bisa diambil oleh BI.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo ‎mengatakan, sebenarnya pengembang menginginkan penurunan uang muka ini sebesar 10 persen. Namun dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value (LTV), BI hanya menurunkan batas uang mukanya sebesar 5 persen.

‎"Sebenarnya kita menginginkan relaksasi ini 10 persen, misalnya rumah pertama jadi 10 persen (dari 20 persen). Harapan kita tadinya LTV itu dari 80 persen ke 90 persen. Jadi masyarakat hanya bayar uang muka 10 persen," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Menurut Eddy, BI harusnya tidak perlu takut untuk melonggarkan rasio LTV lebih besar lagi. Sebab, jika penurunan uang muka ini hanya 5 persen, dia khawatir dampaknya tidak akan begitu terasa ke sektor properti di tahun ini.

"Nggak usah takut sebenarnya dalam kondisi seperti ini. Lagi pula bank akan lebih teliti mengambil konsumen supaya bisnis perumahan bangkitnya tidak setengah-setengah. Kalau ini kan seperti setengah-setengah memberikan relaksasinya. Harusnya ada gebrakan yang agak ekstrim untuk membangkitkan bisnis perumahan," lanjut dia.

‎Meski demikian, Eddy tetap mengapresiasi langkah BI ini. Dia berharap, penurunan uang muka ini tidak hanya berdampak pada sektor properti tetapi juga pada sektor lain yang berkaitan erat dengan properti.

"Kita akui ekonomi sedang lesu. Tapi ya tidak apa-apa, ini saja sudah lumayan membantu. Karena bisnis ini kan berkaitan dengan banyak industri, ‎jadi dia akan menggerakan perekonomian negara kita," tandas dia.

Seperti diketahui, BI telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value (LTV) untuk kredit properti pada 29 Agustus 2016. Aturan ini mengatur ketentuan down payment (DP) rumah atau uang muka.

Dalam PBI ini, Bank Indonesia kembali melonggarkan aturan mengenai LTV untuk beberapa kategori kepemilikan rumah, salah satunya untuk pembelian rumah pertama.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprodential Filianingsih Hendrata saat berbincang dengan wartawan mengungkapkan, untuk kepemilikan rumah pertama yang pertama LTV hanya 80 persen kini menjadi 85 persen.

"Dengan ketentuan sekarang maka DP yang harus disediakan untuk rumah pertama 15 persen, rumah kedua 20 persen dan rumah ketiga 25 persen," kata Filianingsih di Gedung Bank Indonesia.

Fili menjelaskan, PBI itu memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perbankan sebagai penyelenggara kredit.

Pertama, yang bisa menggunakan PBI ini hanya perbankan yang memiliki rasio kredit bermasalah (NPL) dari total kreditnya di bawah 5 persen. Jika tidak memenuhi hal ini, maka bank hanya bisa menjalankan aturan yang lama, dimana DP kepemilikan rumah pertama sebesar 20 persen, atau rasio LTV yang diberikan 80 persen.

‎"Kalau kita memilih pasti kita akan memilih bank-bank yang DP nya kecil, makanya ini insentif agar bank-bank bisa memitigasi risikonya," tegas dia.

Tak hanya itu, dalam PBI ini juga ada kelonggaran bagi masyarakat yang ingin membeli rumah kedua. Jika dulunya untuk mekanisme pembelian rumah kedua tidak bolah inden, dalam PBI ini bisa dilakukan.

Fil menjelaskan pelonggaran ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas kredit perbankan dan mendorong penyaluran kredit, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung.

‎"Perkembangan properti residensial melambat penjualannya. Dan kami lihat secara yoy dan pertumbuhan harga baik kecil menengah dan besar dia sama, melambat. Tidak secepat 2013," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya