Jokowi Ingin Ada Sistem Perpajakan Internasional yang Adil

Indonesia mendukung diterapkannya kebijakan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 05 Sep 2016, 17:00 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2016, 17:00 WIB
20160905-Jokowi-Hadiri--KTT-G20-Tiongkok-Setpres
Presiden RI Joko Widodo bersama Menkeu Sri Mulyani dan Seskab Pramono Anung saat menghadiri KTT G20 di Hangzhou di Tiongkok, (4/9). KTT G20 mengangkat isu tiga pilar yakni inovasi, revolusi industri baru, dan ekonomi digital. (Setpres/Bey Machmudin)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia mendukung diterapkannya kebijakan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan guna meningkatkan pendapatan negara-negara berkembang. Namun, Indonesia meminta adanya sistem perpajakan internasional yang adil dan transparan.

Selain itu, kepada sejumlah negara anggota G20, Indonesia juga menghimbau setiap negara untuk tidak membuat kebijakan yang merugikan negara lain.

"Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan pajak dalam menjaga iklim bisnis dan investasi. Hal ini membutuhkan sistem perpajakan internasional yang adil dan transparan," ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjadi pembicara di KTT G20 Tiongkok, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Senin (5/9/2016). 

Ia melanjutkan, kebutuhan akan kerja sama internasional dalam sistem perpajakan tersebut berguna untuk menghindari adanya penghindaran pajak dan mendorong kebijakan pajak yang kondusif di masing-masing negara anggota.

Jokowi percaya bahwa sistem tersebut pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan bagi negara-negara berkembang.

Oleh karenanya, presiden mendukung kerja sama dan koordinasi antar negara-negara anggota G20 guna mewujudkan hal tersebut.

Adapun bentuk dukungan kerja sama yang dimaksud oleh Presiden ialah implementasi dari Automatic Exchange of Information (AEoI) atau yang biasa disebut dengan keterbukaan informasi untuk kepentingan perpajakan.

"Saya percaya, transparansi keuangan melalui AEoI akan bermanfaat dalam mengatasi arus keuangan terlarang yang telah menghasilkan kerugian bagi negara-negara berkembang selama bertahun-tahun," imbuh Jokowi. (Yas/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya