Ini Masalah Sektor Ekonomi yang Mampu Dibenahi Jokowi-JK

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) genap berusia dua tahun pada 20 Oktober 2016.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 17 Okt 2016, 15:25 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2016, 15:25 WIB
Jokowi-JK
Sidang kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/2/2015) pagi, membahas Pilkada serentak, Perppu perubahan UU tentang kelautan, dan tentang perumahan rakyat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) genap berusia dua tahun pada 20 Oktober 2016. Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais mengatakan, meskipun berjalan perlahan, Jokowi-JK mampu menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah (PR) yang terbengkalai dan juga mampu mendorong terciptanya pemerintahan yang kredibel.  

Salah satu contohnya adalah langkah Jokowi mengganti (resuffle) Kabinet Kerja Jilid II pada 27 Juli 2016 lalu dan memasukkan Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan. Hanafi mengapresiasi hal tersebut.

"Salah satu PR adalah ketertinggalan ekonomi yang memang sedang lesu. Dengan adanya reshuffle kemarin, Menkeu berhasil mengelola PR tersebut dan semua terkonsolidasi mulai dari keuangan negara," ungkap Hanafi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (17/10/2016).

Ia melanjutkan, ada beberapa catatan yang perlu pembenahan. Salah satunya mengenai penegakan hukum yang seadil-adilnya. Di zaman zaman reformasi, Pemerintah harus bisa mensinkronkan KPK dan Kapolri sehingga menciptakan integrasi. 

"Tapi banyak yang harus dikejar. Terkait kasus korupsi yang jadi pertanyaan publik, apakah sudah adil apa belum, itu yang perlu diselesaikan. Untuk sektor lain udah mulai menunjukkan beberapa keberhasilan melalui beberapa kali reshuffle, dan tentu ini mensolidkan pemerintah supaya sinyal ke luar negeri dan investor positif. Karena ada PR utama yakni ekonomi," papar dia.

Terkait masalah pertahanan Indonesia, Wakil Ketua Komisi I DPR ini mengaku kecewa. Ia menilai karena memang ada permasalahan ekonomi, maka anggaran Kementerian Pertahanan juga dikurangi.

"Memang ada persoalan ekonomi, tetapi baru saja Menkeu kita panggil bersama Menhan dan Panglima. 2017 Sri Mulyani punya komitmen baru, anggaran pertahanan dianggarlkan seperti semula dan sesuai dengan track RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yaitu 1,5 persen PDB (Produk Domestik Bruto), ini Sri Mulyani konsensus supaya anggaran pertahanan lebih baik," ucapnya.

"Targetnya pemenuhan MEF (Minimum Essential Force) dan juga MEF lain seperti perumahan, kesehatan, dan kesejateraan prajurit. Tidak hanya alutsista, tapi juga kesejahteraan prajurit diperhatikan. 2017 Komisi I minta anggaran 1,5 persen PDB, itu artinya Rp 180 triliun. Sekarang yang penting ada arahan supaya lebih tinggi, supaya tidak dipotong kemarin Rp 104 triliun," sambungnya. (Devira/Gdn)

)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya