Penggantian SBI dengan SBN Genjot Pembangunan Infrastruktur

Toni menambahkan, kebijakan Bank Indonesia ini dampaknya akan terlihat paling cepat mulai 2018.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 28 Nov 2016, 10:00 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2016, 10:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2016 beberapa waktu lalu, Bank Indonesia menyatakan akan menggantikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menjadi Surat Berharga Negara (SBN). ‎Kebijakan yang diterapkan jangka panjang ini akan memberikan dampak positif bagi pembangunan.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Toni Prasetyantono menilai, apa yang dilakukan Bank Indonesia te‎rsebut dinilai sangat tepat. Karena pemerintah membutuhkan banyak pendanaan demi percepat pembangunan infrastruktur.

‎"Positif, karena SBN itu kan bisa disalurkan menjadi pembiayaan pemerintah, misalnya ke infrastruktur, jadi lebih produktif," kata Toni di Jakarta, Senin (28/11/2016),

Investasi oleh swasta saat ini masih belum bisa diharapkan, model pembiayaan melalui SBN bisa dijadikan alternatif pemerintah di tengah keterbatasan APBN pada 2017.

Dia mengatakan, dengan digantikannya SBI menjadi SBN mengurangi instrumen Bank Indonesia dalam mengendalikan gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. ‎"Namun pada saat ini tampaknya prioritas pendanaan proyek pemerintah lebih urgent daripada operasi menyerap rupiah," tegas Toni.

Toni menambahkan, kebijakan Bank Indonesia ini dampaknya akan terlihat paling cepat mulai 2018.

‎Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembiayaan, Pengelolaan dan Risiko Kemenkeu Robert Pakpahan juga menyambut baik arah kebijakan Bank Indonesia yang ingin mengganti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ke Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen moneter.

"Kami sambut baik BI gunakan SBN kita sebagai operasi moneter. Karena SBN yang dipegang BI masih di bawah jumlah ideal dalam melakukan operasi moneter," ucap Robert.

Menurutnya, BI bisa lebih mudah melakukan stabilisasi dengan SBN ketimbang penggunaan SBI.

"Jadi kalau ada outflow BI tidak segan-segan beli SBN karena mereka masih kurang dan butuh. Dan kalau ada instability mereka bisa lakukan intervensi di pasar SBN karena menjadi instrumen moneter," jelasnya.‎ (Yas)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya