Liputan6.com, Jakarta - Sriwijaya Air Group akan melakukan efisiensi guna mengantisipasi kenaikan harga avtur. Naiknya harga minyak dunia akibat kebijakan negara-negara anggota OPEC yang memangkas produksi minyak, bisa memicu kenaikan harga avtur.
Sriwijaya Air Group sendiri memandang kemungkinan kenaikan harga avtur sebagai tantangan tersendiri. Ini dikarenakan semua maskapai akan mengalami hal yang sama.
"Kenaikan harga avtur ini bukan Sriwijaya Air Group saja yang merasakan, maskapai seluruh dunia mengalami itu. Untuk itu jadi tantangan kita untuk menjalankan efisiensi," kata Presiden Direktur Sriwijaya Air Group Chandra Lie saat berbincang dengan wartawan, Kamis, (15/12/2016).
Advertisement
Beberapa efisiensi yang dilakukan Sriwijaya Air Group, dijelaskan Chandra mulai dilakukan dari hal-hal kecil seperti penggunaan kertas yang harus diminimalisir, hingga pengelolaaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. "Jadi kalau fax itu kita gunakan kertasnya bolak balik," tambahnya.‎
Baca Juga
Hanya saja, dipastikan Chandra Lie, efisiensi yang dilakukan tidak akan mengurangi tingkat pelayanan dan keamanan penerbangan. "Tidak akan mengurangi, lebih baik tidak terbang daripada safety itu berkurang, karena ini mutlak," tegasnya.
Sebelumnya, kenaikan harga avtur ini juga dicemaskan oleh Sekretaris Jendral ‎(Sekjen) Indonesian National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanudin.
"Tentu sangat berpengaruh ke avtur, karena avtur di Indonesia itu tidak disubsidi. Tentu cost itu sangat berpengaruh terhadap maskapai penerbangan," kata Tengku saat berbincang dengan Liputan6.com.
Namun begitu, dirinya berharap kenaikan harga minyak tersebut tidak bertahan lama. Kalaupun ada kenaikan, diharapkan tidak akan terlalu signifikan.
Tengku mengungkapkan, sebenarnya saat ini seluruh maskapai penerbangan tengah melakukan efisiensi demi bisa mengurangi biaya operasional. Hanya saja jika harga avtur benar-benar naik, ada peluang pemerintah untuk merevisi aturan tarif batas atas dan batas bawah.
"Sebenarnya bisa juga antisipasinya dengan tarif itu kita minta untuk disesuaikan batas atas dan bawahnya," tegas dia.
Saat ini biaya bahan bakar di operasional pesawat menjadi yang paling dominan. Tengku mengaku 50 persen biaya operasional satu pesawat terserap hanya untuk avtur. (Yas/Gdn)