Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) mengendus adanya jual beli titik koordinat lokasi harta karun atau Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di bawah laut Indonesia. Praktik kotor tersebut diakui sudah menjadi rahasia umum di lingkaran para pengusaha gelap BMKT.
Kasubdit Pengawasan Produk dan Jasa Kelautan PSDKP, Halid Yusuf mengatakan, sejak moratorium izin BMKT dan ditutupnya asing untuk mengeruk harta karun di bawah laut, kasus pencurian semakin marak. Dari catatannya, ada lebih dari 5 kasus pencurian harta karun bawah laut di perairan Indonesia sepanjang 2016.
"Kasus pencurian BMKT di 2016 lebih dari 5 kasus. Sebenarnya secara kasat mata, jumlahnya lumayan, tapi si oknum pas kita datang ke lokasi sudah menghilang. Jadi mereka lebih lihai, tahu kapan pengawas datang dan kapan lengahnya," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
Advertisement
Baca Juga
Diakui Halid, penjarahan harta karun atau BMKT di bawah laut Indonesia berada pada titik koordinat yang cukup jauh, sehingga menyulitkan pengawas untuk bertindak lebih cepat. "Di Kepulauan Natuna, Belitung, Bangka Barat, Lingga, dan Pulau Selayar. Rata-rata paling banyak sekitar Kepulauan Riau," kata dia.
Bagaimana maling-maling ini beraksi mengeruk harta karun dari kapal yang karam di perairan Indonesia?
Halid menjelaskan, untuk memperoleh informasi titik koordinat harta karun berada, oknum tersebut bekerja sama dengan para nelayan. Bahkan diakuinya ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menjual titik koordinat tersebut.
"Titik koordinat ini sudah jadi rahasia umum bagi mereka yang tahu terkait BMKT ini. Pelaku usaha ilegal ini membeli titik koordinat pada pihak-pihak tertentu, bisa nelayan atau pengusaha gelap yang sudah lama berkecimpung di bisnis BMKT. Jadi titik koordinat diperjualbelikan," tegas dia.
Halid menggambarkan perputaran uang dari bisnis haram BMKT lantaran dilakukan ilegal tanpa izin dari pemerintah Indonesia. Lanjutnya, contoh kasus pencurian harta karun di Kepulauan Natuna, ada nelayan atau pihak-pihak tertentu menjual satu titik koordinat kepada oknum lain dengan harga Rp 200 juta.
"Kemudian oleh oknum tersebut dijual lagi kepada pihak lainnya seharga Rp 1 miliar. Ini bisnis yang besar, pasar gelapnya banyak di Singapura, kan dekat dengan Batam. Diselundupkan bisa itu, BMKT dicampur dengan barang lain," dia menerangkan.
Untuk mengklaim bahwa titik koordinat harta karun itu tepat dan benar, Halid bilang, dilibatkan pihak lain lagi yang tahu seluk beluk titik koordinat tersebut karena sudah malang melintang di bisnis ini.
Terkait keterlibatan oknum dari aparat keamanan dan pemerintahan, Halid menduga ada sokongan oknum tersebut untuk memuluskan aksi para maling BMKT di laut Indonesia. "Oknum aparat mungkin ada sih, tapi untuk mengendusnya susah ya. Kadang kala ada permainan dari oknum tersebut," tandasnya. (Fik/Gdn)