Liputan6.com, Jakarta Penerapan bagi hasil minyak dan gas (migas) dengan skema gross split dinilai tidak merugikan negara.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, sebelum gross split diterapkan, sudah dilakukan uji coba pada 10 Kontraktor Kontrak Kerjasama ‎(KKKS) yang mengelola Wilayah Kerja migas di Indonesia. Dari uji coba ini terbukti tidak merugikan negara.
‎"Histori kita scalling yang kita bikin, kita kalibrasi. Dengan data 10 KKKS yang bisa mewakili sistem PSC yang ada di Indonesia, dari yang kita punya tidak merugikan negara," kata dia di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Arcandra mengungkapkan, bagi hasil migas sebelumnya menganut sistem cost recovery, negara berkewajiban mengembalikan biaya produksi migas, yang selama ini dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun nantinya dengan skema gross split biaya tersebut akan ditanggung kontrak‎tor.
"Sekarang bagian negara terlihat rendah karena gross, tapi biaya terbesar di kontraktor," ucap Arcandra.
Dia melanjutkan, dengan menggunakan skema gross split kontraktor akan lebih efisien karena seluruh kegiatan tidak lagi mengandalkan biaya penggantian negara, dan dapat meningkatkan keuntungan atas efisiensi yang dilakukan.
"Faktanya dari 10 WK scaling kita kita uji dengan IPA juga, bisa berprilaku negara tidak dirugikan tapi kontraktor bisa efisien, dia bisa lebih untung," tutup dia.(Pew/Nrm)