Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) dan pemerintah diminta bertindak tegas terhadap kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank atau money changer yang tidak memiliki izin. Hal tersebut menyusul temuan BI terhadap 612 KUPVA yang tidak berizin alias ilegal.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, sebenarnya telah ada aturan mengenai kegiatan dan operasional KUPVA ini. Namun sayangnya belum ada monitoring yang ketat terhadap kegiatan KUPVA bukan bank ini.
Baca Juga
‎"Dari aturan sudah ketat. Monitoring bagaimana dilakukan? Selama ini sifatnya kan sampling. Kalau modelnya seperti itu kan bisa dilakukan tindakan ilegal. Harus ada pengawasan yang lebih efektif," ujar dia di Kantor INDEF, Jakarta, Selasa (31/1/2017).
Advertisement
Dia mengatakan, biasanya KUPVA yang resmi akan masuk ke dalam asosiasi. BI dan pemerintah bisa mengandalkan ‎asosiasi untuk turut melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap KUPVA ilegal.
‎"Ada asosiasi KUPVA dan sebagian harus diawasi dari asosiasi itu.Tidak banyak KUPVA sebenarnya kalau pengawasannya optimal. Kasus-kasus di KUPVA kan juga lumayan," kata dia.
Selain itu, lanjut Eko, sebenarnya pertumbuhan KUPVA juga bisa dipetakan berdasarkan lokasi. Biasanya banyak KUPVA muncul di daerah-daerah pariwisata yang banyak didatangi oleh wisatawasan mancanegara. Maka BI dan pemerintah bisa meningkatkan pengawasan di daerah tersebut.
"Pertumbuhan KUPVA bisa dilihat. Paling di Bali, Jakarta. Satu kota paling ratusan. Wisatawan, hubungan dagang ada kaitannya dengan pertumbuhan KUPVA. Jadi memungkin pengawasan insentif. Dan kerja sama dengan penegak hukum. Jadi benar-benar pelayanannya pas," tandas dia.