Protes Soal Gaji, 309 Pekerja Smelting Gresik Justru Kena PHK

PT Smelting Gresik telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 309 pekerja.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Mar 2017, 15:02 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2017, 15:02 WIB
PT Smelting Gresik, perusahaan atau pabrik ‎pengolahan milik PT Freeport Indonesia telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 309 pekerja.
PT Smelting Gresik, perusahaan atau pabrik ‎pengolahan milik PT Freeport Indonesia telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 309 pekerja.

Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FPMI) mengungkapkan PT Smelting Gresik, perusahaan atau pabrik ‎pengolahan milik PT Freeport Indonesia telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada 309 pekerja. Penyebabnya karena diskriminasi kenaikan gaji pekerja.

‎Ketua PUK Serikat Pekerja Logam FSPMI, Zainal Arifin mengungkapkan, total pegawai yang bekerja di Smelting Gresik sebanyak 500 orang. Dari jumlah tersebut, pegawai yang melakukan mogok kerja mencapai 309 orang, sedangkan sisanya tidak ikut mogok kerja yang merupakan serikat independen.

"‎Dari laporan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) pada pertengahan Februari, perusahaan melaporkan PHK terhadap 309 pegawainya. Itu artinya termasuk kami yang di sini yang melakukan mogok kerja di PHK secara sepihak," ucap Zainal saat ditemui ‎di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Zainal me‎ngatakan, permasalahan berawal di April 2016 dengan adanya tindakan diskriminasi yakni menaikkan gaji pekerja sebesar 5 persen, sedangkan di level manajerial penyesuaian gaji mencapai 170 persen. Hal ini jelas-jelas melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke-8 yang dimulai 28 November 2016-6 Januari 2017.

"Hal ini menimbulkan kekecewaan bagi kami sehingga kami mogok kerja mulai 19 Januari 2017," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris PUK Serikat Pekerja Logam FSPMI, M. Ibnu Shobir mengungkapkan, pekerja yang menduduki golongan I-IV hanya mengalami kenaikan gaji 5 persen-6 persen, sementara golongan V-VI hingga 170 persen.

Menurutnya, itu terjadi di 2016, sedangkan pada tahun sebelumnya kenaikan gaji antara golongan I-IV dan V-VI masih sesuai formula, dihitung dari inflasi plus penilaian kerja.

"Jadi di 2016, kenaikan gaji level I-IV cuma sekitar Rp 600 ribu-Rp 700 ribu, tapi level V-VI berkisar Rp 10 juta-Rp 23 juta. Jadi gaji yang level I-IV, awalnya Rp 4 juta menjadi Rp 4,6 juta, sedangkan yang level V-VI dari Rp 11 juta menjadi hampir Rp 40 juta," jelas Ibnu.

Pekerja golongan I mengisi posisi sekuriti dan supir. Level II adalah operator dengan keterampilan, jajaran tim leader masuk ke golongan III. Golongan IV diisi posisi staf engineer, dan golongan V di level manajerial, serta departemen manajer masuk golongan VI.

"Anggota kami kebanyakan di golongan II dan IV. Jadi inilah yang membuat kami merasa ada diskriminasi dan kunci permasalahan. Dan kami tidak pernah tahu alasannya kenaikan gaji yang bedanya jauh sekali ini," dia menerangkan.

Ibnu meminta, Presiden Direktur Smelting Gresik menemui serikat pekerja dan melakukan musyawarah, berunding untuk mencari titik temu. Menghilangkan diskriminasi ini demi menyangkut stabilitas operasional perusahaan.

"Kami mogok sampai pihak perusahaan berunding dengan kami untuk mencapai sebuah kesepakatan, jangan ada diskriminasi. Karena tanpa kami, perusahaan belum bisa beroperasi dengan normal, ini cuma karena arogansi perusahaan," dia menandaskan. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya