Pengembangan PLTP Patuha dan Dieng Terancam Molor

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng dan Patuha diperkirakan tak akan tergarap maksimal.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 11 Jun 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2017, 11:00 WIB
2016, Krisis Listrik Ancam Jawa-Bali
Kelima pembangkit tersebut yaitu PLTU Sumsel 8 2x600 MW, PLTU Sumsel 9 2x600 MW, PLTU Sumsel 10 1x600 MW, PLTU Batang 2x1.000 MW, dan PLTU Indramayu 1x1.000 MW. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng dan Patuha diperkirakan tak akan tergarap maksimal. Ancaman ini sekaligus menghambat program pemerintah yang menggenjot pembangunan ketenagalistrikan 35.000 MW.

Penyebabnya adalah sengketa antara PT Geo Dipa Energi, pengelola kedua PLTP ini dengan PT Bumi Gas.

Kuasa hukum PT Geo Dipa Energi (Persero) Heru Mardijarto mengatakan sengketa yang terjadi antara keduanya merupakan permasalahan perdata yang timbul akibat hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian KTR.001. 

"Sengketa ini telah menghambat berjalannya proyek pengembangan PLTP Dieng dan PLTP Patuha yang merupakan bagian dari program percepatan pembangkit listrik 10 ribu MW tahap II dan bagian dari Program Infrastruktur Kelistrikan 35 ribu MW, yang merupakan proyek pemerintah yang merupakan juga aset negara dan obyek vital nasional," ujar Heru di Jakarta, ditulis Minggu (11/6/2017).

Menurut Heru, hal ini bisa menjadi buruk dalam pengembangan sektor usaha panas bumi di Indonesia. Selain itu, sengketa ini berpotensi merugikan keuangan negara.

Ahli Hukum Pidana dan Kriminologi Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa mengatakan permasalahan yang berawal dari hubungan keperdataan harus diselesaikan dan diputus terlebih dahulu dari sisi hukum perdata. Hal ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1956 tentang Sengketa Prayudisial. Mengingat permasalahan antara Geo Dipa dan Bumigas berawal dari permasalahan perdata, sudah seharusnya permasalahan perdata antara Geo Dipa dan Bumigas yang timbul dari sengketa atas Perjanjian KTR.001 harus diselesaikan di lingkup perdata.

"Kalaupun memang terdapat hal yang tidak benar atau kebohongan di dalam perjanjian, hal tersebut semata-mata hanya akan mengakibatkan perjanjian menjadi batal demi hukum," pungkas Eva.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya