Kapolri Minta Sri Mulyani Naikkan Tunjangan Polisi

Remunerasi atau tunjangan kinerja anggota Polri baru 53 persen dari total gaji pokok.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Jul 2017, 15:15 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2017, 15:15 WIB
Berantas Praktik Importir Nakal, Sri Mulayani Gandeng Polri dan TNI
Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kiri) bersama Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian dan pejabat tinggi lainnya meninggalkan kantor pusat Bea dan Cukai usai rapat koordinasi, Jakarta, Rabu (12/7). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Polri RI (Kapolri), Tito Karnavian siap membantu Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati untuk melakukan penertiban impor barang berisiko tinggi dalam rangka mengamankan penerimaan negara. Komitmen ini diharapkan dapat diikuti dengan kenaikan tunjangan kinerja (remunerasi) para polisi dan TNI.

"Saya harap dukungan ini dapat meningkatkan penerimaan negara. Tapi kalau pendapatan negara naik, bisa diperhatikan kesejahteraan anggota Polri dan TNI," pinta Tito saat konferensi pers Penertiban Impor Berisiko Tinggi di kantor pusat DJBC, Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Tito mengatakan, remunerasi atau tunjangan kinerja anggota Polri baru 53 persen dari total gaji pokok, sedangkan anggota TNI sebesar 60 persen dari total gaji pokok. Besaran tunjangan ini masih kalah lebih besar dari tunjangan kinerja pegawai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.

"Yang sekarang remunerasi Polri baru 53 persen, TNI 60 persen, tapi jajaran dari Bea Cukai mungkin 100 persen. Nanti kalau sudah berhasil naik (penerimaan negara), tolong juga dibantu sehingga kami juga bisa bersih-bersih di lingkungan kepolisian," terangnya.

Mendengar permintaan tersebut, Sri Mulyani berharap agar pegawai Ditjen Pajak dan Bea Cukai dapat menjaga integritas. "Pak Kapolri tadi sampaikan, karena pegawai pajak dan bea cukai remunerasi 100 persen, seharusnya integritas 100 persen. Tapi kalau TNI dan Polri belum 100 persen, tidak dijadikan alasan untuk integritas belum 100 persen," pungkas dia.

Sebelumnya, Sri Mulyani membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi dalam rangka mengamankan penerimaan negara. Pasalnya, oknum-oknum impor berkeliaran di pelabuhan maupun bandara sebagai pintu arus keluar masuk barang.

Pembentukan Satgas mendapat komitmen kuat dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Kepolisian RI Tito Karnavian, Jaksa Agung M. Prasetyo, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badaruddin, serta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang.

Sri Mulyani mengungkapkan, impor berisiko tinggi memiliki peluang penyelewengan yang lebih besar, sehingga dapat mengakibatkan beredarnya barang-barang ilegal. Dengan penertiban impor berisiko tinggi, volume peredaran barang ilegal dapat menurun dan akhirnya mendorong perekonomian dalam negeri, serta mengoptimalkan penerimaan negara.

"Volume impor berisiko tinggi hanya 4,7 persen dari total jumlah volume impor di Indonesia. Tapi impor itu merusak tatanan ekonomi, merusak industri dalam negeri, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat karena meski jumlahnya kecil, namun penetrasi ke dalam sistem cukup dalam dan rumit," tegas Sri Mulyani.

Total setoran bea masuk ke negara sebesar Rp 33 triliun. Target penerimaan negara di tahun ini sebesar Rp 1.750 triliun dan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.498 triliun.

"Jadi penerimaan kecil tapi menimbulkan suatu persepsi sistem di Indonesia yang compromize. Pelaku ekonomi kita mencari oknum yang bisa digarap di Kementerian Keuangan dan Kejagung, Polri, dan lainnya," terangnya.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya