Liputan6.com, Jakarta - Kementerian BUMN meminta kepada perusahaan-perusahaan BUMN yang memiliki bisnis dalam produksi gula untuk meningkatkan kualitas produknya. Hal ini sebagai tindak lanjut dari adanya penyegelan pabrik gula yang dimiliki BUMN oleh Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu.
"Konsistensi produksi temen-temen memang yang menjadi kewajiban direksi perbaiki kualitas, itu yang kita tekankan. Itu sebagai pengingat kita bahwa ini produk makanan, harus comply dengan SNI," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro kepada wartawan, Senin (4/9/2017).
Wahyu mengakui, munculnya kasus penyegelan pabrik gula tersebut karena kualitas gula yang diproduksi pabrik-pabrik gula BUMN di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI).
Advertisement
Baca Juga
Padahal, dalam proses produksinya, BUMN tidak hanya memproduksi tanaman tebu dari lahan miliknya, melainkan juga lahan milik para petani.
Oleh karena itu PT Perkebunan Nusantara X (Persero) dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) sebagai pemilik 18 pabrik yang disegel tersebut siap untuk bertanggung jawab.
"Memang di gudang sekarang sedang banyak gula, jadi nanti RNI dan PTPN X siap untuk bertanggung jawab, nanti akan digiling ulang," ujar dia.
Di saat yang bersamaan, Wahyu memastikan, Kementerian BUMN juga memiliki program revitalisasi 48 pabrik gula milik BUMN. Saat ini lebih dari 70 persen pabrik gula yang dimiliki BUMN usianya di atas 100 tahun. Diharapkan dengan revitalisasi ini, kualitas gula juga akan meningkat ke depan.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Kemendag Segel Puluhan Ribu Tol Gula
Sebelumnya kondisi makin sulit setelah puluhan ribu ton gula yang menumpuk di gudang PG Rajawali II Sindang Laut Kabupaten Cirebon disegel pihak Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemterian Perdagangan (Kemendag) RI.
Penyegelan tersebut diduga gula hasil dari petani Tebu Cirebon tidak memenuhi standar SNI untuk dijual. Rencananya, ribuan ton gula milik petani tebu itu bakal diborong Bulog.
Namun, kabar diborongnya ribuan ton gula itu ternyata tak mengubah wajah muram para petani tebu. Sebab, harga yang dipatok Bulog hanya Rp 9.700 per kilogram dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 12.500 per kg.
"Mau tidak mau kita terpaksa terima dibeli oleh Bulog tapi harus SNI," kata Wakil Ketua DPD APTRI Jabar, Agus Safari saat ditemui di PG Sindanglaut, Kabupaten Cirebon, Rabu, 23 Agustus 2017.
Dia menyebutkan, setidaknya ada 7.077 ton gula di PG Sindanglaut dan sekitar 10.000 ton gula di PG Tersana Baru yang disegel Kemendag, sekitar sepekan lalu. Sejauh ini, pihaknya masih menanti hasil uji laboratorium Kemendag atas gula yang disegel tersebut.
Menurut dia, harga yang dipatok Bulog tentu jauh dari apa yang diharapkan para petani tebu. "Sebelumnya sudah mengendap selama tiga bulan di pabrik. Itu kan baru dugaan saja, saat ini kita masih menunggu hasil uji lab. Kalau untuk waktunya, saya kurang tahu kapan keluar hasil uji labnya," ucap dia.
Berdasarkan standar ICUMSA atau tingkat kemurnian gula kristal putih (GKP) yang dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan tambahan makanan dan minuman adalah 200. Berbeda dengan Kemendag yang sedang menguji, dia mengakui, hasil uji lab PG terhadap gula tersebut masih di bawah standar ICUMSA.
"Masih kurang dari 200, tapi Kemendag menilai tak layak konsumsi," ujarnya.
Dia menuturkan, bila ribuan ton gula itu tak sesuai SNI, para petani akan dihadapkan pada dua pilihan. Yang pertama pembelian oleh Pabrik Gula, sedangkan opsi kedua gula-gula itu akan diproses ulang.