ESDM Ingin Tarif Listrik EBT Bisa Bersaing dengan Energi Fosil

Tarif listrik terjangkau merupakan salah satu arahan Presiden Joko Widodo.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 13 Sep 2017, 13:15 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2017, 13:15 WIB
Progress Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW untuk Indonesia
Progress sebaran pembangkit listrik dan jaringan tranmisi yang telah dibangun PT. PLN demi program 35.000 MW untuk Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah akan berusaha mencapai target porsi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi pada 2025, dengan harga yang terjangkau. Tarif listrik dari energi terbarukan juga diharapkan bisa bersaing dengan energi yang berasal daru fosil.

Menteri Energi‎ dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, saat ini penggunaan EBT dalam porsi bauran energi nasional sudah sekitar 12 persen.

"Kita akan berusaha mati-matian itu bisa capai 23 persen," kata Jonan, saat menghadiri EBTKE ConeX 2017, di Balai Kartini Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Menurut Jonan, selain mengejar target, pemerintah juga berusaha harga jual listrik dari pembangkit EBT bisa bersaing dengan harga listrik dari pembangkit berbahan bakar energi fosil. Ini agar tarif listrik bisa terjangkau seluruh lapisan masyarakat‎.

Tarif listrik terjangkau merupakan salah satu arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain progam kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) dan penyaluran listrik ke 2.500 desa yang belum menikmati listrik secara normal.

"Arahan Bapak Presiden kan tiga, satu yang 35 ribu MW atau ketersediaan listrik harus cukup untuk pembangunan ekonomi, tapi juga yang lebih penting bisa dinikmati seluruh masyarakat," dia memaparkan.

Jonan mengungkapkan, murahnya harga listrik dari pembangkit ‎EBT merupakan sebuah keniscayaan. Pasalnya, dengan perkembangan teknologi akan membuat produksi listrik semakin efisien.

Dia melanjutkan, investasi dalam penyediaan listrik berbasis EBT masih menguntungkan meski keuntungan bagi pengusaha pembangkit EBT tidak besar, tetapi dampaknya akan dirasakan dalam jangka panjang. "Mungkin buyback-nya tidak tiga tahun empat tahun, ya mungkin tujuh tahun lah," dia menandaskan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya